Oleh : “Babeh” Nurdin
Kereta cepat Bandung dan Jakarta sebentar lagi hadir. Impian pengguna kereta yang butuh waktu tempuh lebih singkat akan segera terwujud. Bukan tidak ada moda darat lain selama ini, tetapi kalau bisa diperbaiki atau dipercepat, para pengguna moda tranpsortasi darat pasti akan sangat diuntungkan. Selain itu, ada bonus kenyamanan dan keamanan bagi para penumpang yang sehari-hari bolak balik Jakarta – Bandung.
Menganalogikan IGI sebagai kereta cepat tentu tidaklah 100% cocok. Tetapi analogi itu juga tidak bisa dianggap salah. Puluhan tahun guru-guru tanpa IGI, mengalami pergerakan peningkatan kompetensi yang lambat. Bahkan nyaris sebagian besar guru tidak bergerak kompetensi. Guru-guru melaksanakan tugas profesi berbekal apa yang di dapat di kampus-kampus pencetak Guru.
Belakangan malah ada guru-guru yang diangkat oleh pemerintah bukan dari LPTK atau Fakultas-Fakultas keguruan. Guru-guru yang mengabdi secara sukarela (honorer) dengan berbagai disiplin ilmu, berada di ruang-ruang kelas di setiap sekolah yang minus guru PNS nya. Itu kondisi ril saat IGI belum lahir.
Sebelum ada IGI, guru-guru berharap ada undangan pelatihan dari dinas pendidikan. Itu hampir menjadi satu-satunya peluang menambah ilmu dan keterampilan secara gratis. Persoalan muncul, yaitu ketika guru yang dikirim pelatihan hanya guru-guru spesialis pelatihan (itu-itu saja yang dikirim), atau guru yang menjadi pembuat masalah di sekolah, sering dikirim keluar sekolah untuk berbagai kegiatan kedinasan dimaksud.
Begitulah kondisi sebelum IGI lahir.
Gerbong yang terbatas dan kecepatan yang lambat, membuat visi peningkatan kompetensi guru di masa lalu (sebelum IGI lahir) sulit tercapai. Inipun belum kita analisis adanya perubahan eksternal yagn terjadi di luar dunia pendidikan, baik dalam skala nasional maupun internasional. Untunglah, pada masa-masa sulit seperti itu, ada penumpang di dalam gerbong pendidikan ini yang berdiskusi, dan tercetuslah ide membangun kereta cepat dengan gerbong yang tidak terbatas, dengan biaya yang super murah, dan kecepatan melebihi kecepatan cahaya, terciptalah Ikatan Guru Indonesia.
Sejak memiliki nama sebagai IGI di tahun 2009, lokomotif IGI bergerak sangat cepat. Membawa virus perubahan ke seluruh daerah di Indonesia bahwa “hanya guru yang bisa membantu guru untuk meningkatkan kompetensinya”, dan “hanya dengan tetap belajar, para guru akan bisa optmial mengajar”. Pergerakan super cepat lokomotif IGI dengan gerbong utama ini tak bisa diikuti oleh para lokomotif lain yang sudah termakan usia dan syarat beban. IGI semakin diterima.
Begitulah adanya. Berbeda dengan kereta cepat Jakarta Bandung yang belum bisa bergerak sebelum diresmikan, IGI sudah bergerak jauh-jauh hari bahkan sebelum namanya ada. Dan satu hal lagi, IGI akan tetap muda karena disi oleh para pengurus yang tidak hanya cukup menggunakan apa yang ada, tetapi secara bersama-sama melakukan kegiatan untuk mendapatkan “apa yang mungkin ada”. Bersama IGI, kita berharap peningkatan kompetensi guru menjadi lebih cepat, aman dan menyenangkan. Dan semoga akselerasi super cepat IGI ini tidak direm oleh adanya hambatan dari pemangku pendidikan Negeri ini.
Selamat Rakornas dan HUT ke-12 IGI. Selamat datang Kereta Cepat Perubahan.
Penulis Merupakan Sekretaris DK IGI Pusat