close
Artikel

Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, dan Guru Menuju Sekolah Bermutu.

Oleh : Aiyub, S.Pd

Mutu pendidikan merupakan dua istilah yang berasal dari mutu dan pendidikan, artinya menunjuk pada kualitas produk yang di hasilkan lembaga pendidikan atau sekolah. Yaitu dapat di identifikasi dari banyaknya siswa yang memiliki prestasi, baik prestasi akademik maupun yang lain, serta lulusan relevan dengan tujuan lembaga pendidikan.

Menurut pengertian di atas sekolah yang bermutu mempunyai beberapa Indikator yaitu: Pertama, jumlah siswa yang banyak, ini menandakan antusias masyarakat terhadap lembaga pendidikan sangat tinggi. Kedua, memiliki prestasi akademi maupun non akademi. Ketiga, lulusan relevan dengan tujuan lembaga pendidikan, artinya sesuai standar yang telah di tentukan oleh sekolah.

Mutu menciptkan lingkungan baik pendidikan, orang tua, pejabat pemerintah, wakil masyarakat, dan pebisnis, untuk bekerja sama guna memberi peluang dan harapan masa depan peserta didik. Setiap orang mengaharapkan bahkan menuntut mutu dari orang lain, sebaliknya orang lain juga selalu mengharapkan dan menuntut mutu dari diri kita. Ini artinya, mutu bukanlah suatu yang baru, karena mutu adalah naluri manusia. Mutu secara esensial di gunakan untuk menunjukan kepada suatu penilaian atau penghargaan yang di berikan atau di kenakan kepada barang (produk) dan/jasa (service) tertentu, berdasarkan pertimbangan obyektif atas bobot dan kinerjanya. Mutu adalah suatu cara dalam mengelola suatu organisasi yang bersifat komprehensif dan trintegrasi yang di arahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan.

Upaya peningkatan untuk mencapai pendidikan bermutu tidak hanya melakukan pemenuhan pada aspek input dan output saja, namun yang lebih penting adalah aspek proses, yang dimaksud adalah pengambilan keputusan, pengelolaan program, proses pengelolaan kelembagaan, proses belajar mengajar dan proses monitoring dan evaluasi dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses yang lain.

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia, berada di bawah Vietnam. Akibat rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, maka Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia (The World Economic Forum Swedia Report, 2000). Indonesia pun hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai leader teknologi dari 53 negara di dunia.

Aceh merupakan salah satu propinsi di Indonesia, memiliki kualitas pendidikan sangat rendah dibandingkan dengan 34 Provinsi lainnya yang ada di Indonesia. Misalnya, prestasi siswa Aceh di bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2011 hanya menduduki peringkat 25 di Indonesia. Fakta ini sungguh bertolak belakang dengan anggaran besar yang dimiliki Aceh saat ini.

Rendahnya kualitas guru di Aceh kerap menjadi trending topic yang seringkali diklaim sebagai sumber rendahnya mutu pendidikan di provinsi ini. Tuduhan ini – kalau memang dianggap sebuah tuduhan – tidak serta merta menjadi benar, tetapi juga tidak bisa dikatakan salah. Kualitas guru yang rendah memang sangat berpengaruh kepada kualitas pendidikan. Setidaknya itulah yang sering diwacanakan oleh para ahli pendidikan (Shor, 1997).

Kualitas pendidikan tidak telepas dari peran pengawas, kepala sekolah dan guru. Pengawas dan guru merupakan tenaga pendidik dan kependidikan yang mutlak terstandarisasi kompetensinya secara nasional menurut PP No 19 tahun 2005. Karena pengawas, dan guru adalah unsur yang berperan aktif dalam persekolahan. Guru sebagai pelaku pembelajaran yang secara langsung berhadapan dengan para siswa di ruang kelas, dan pengawas adalah pelaku pendidikan didalam pelaksanaan tugas kepengawasan dan menejerial pendidikan yang meliputi tiga aspek yaitu supervisi, Pengendalian dan inspeksi Kependidikan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru dan pengawas sekolah, dituntut keprofesionalannya untuk melaksanakaan tugas pokok dan fungsinya sesuai tuntutan kompetensi guru, pengawas yang tertuang dalam Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas nomor 12 tahun 2007 tentang Pengawas. Guru sebagai penjamin mutu pendidikan di ruang kelas, sementara pengawas dan adalah penjamin mutu pendidikan dalam wilayah yang lebih luas lagi.

Pada era otonomi sekarang ini, sekolah harus berubah kearah yang sesuai dengan tuntutan masa, agar tidak ketinggalan zaman. Situasi belajar mengajar di sekolah dapat diperbaiki bila pengawas atau pemimpin pendidikan memiliki lima keterampilan dasar yaitu: keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan, keterampilan dalam proses kelompok, keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan, keterampilan dan mengatur personalia sekolah, dan keterampilan dalam evalusi.

Kinerja pengawas satuan pendidikan yang profesional tampak dari unjuk kerjanya sebagai pengawas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya menampilkan prestasi kerja atau, serta berdampak pada peningkatan prestasi dan mutu sekolah binaannya. Kinerja pengawas satuan pendidikan juga tampak dampaknya dalam memastikan bahwa guru melaksanakan pembelajaran dengan berorientasi, menguasai materi pembelajaran, menggunakan konstektual, pembelajaran dilakukan didalam kelas, memperlakukan guru bukan satu-satunya sumber, dan lain sebagainya.

Jadi kinerja pengawas diartikan sebagai unjuk kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh pengawas yang tercermin dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, kreativitas dan aktivitasnya dalam proses kepengawasan, komitmen dalam melaksanakan tugas, karya tulis ilmiah yang dihasilkan serta dampak kiprahnya terhadap peningkatan prestasi sekolah yang menjadi binaannya.

Selain pengawas, pengaruh kepemimpinan kepala sekolah juga turut serta mempengaruhi mutu pendidikan di Aceh. Kepala sekolah merupakan komponen terpenting dalam upaya pengembangan mutu pendidikan. Oleh karena itu, perlu diingatkan kepada Pemerintah bahwa pemilihan kepala sekolah harus selalu berpedoman kepada tingkat kompetensi seseorang, bukan atas dasar faktor lainnya. Untuk menempatkan seseorang pada posisi kepala sekolah, Dinas Pendidikan perlu memperhatikan beberapa hal seperti, kemampuan akademik calon kepala sekolah. Syarat ini cukup krusial, karena tanpa kemampuan akademik yang memadai, kepala sekolah tidak akan mampu mengomunikasikan isu-isu yang berhubungan dengan komponen kompetensi lainnya.

Terkait ini, beberapa hal yang perlu ditempuh untuk meningkatkan kemampuan ini dapat melalui pemberian kesempatan yang luas kepada calon kepala sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke strata yang lebih tinggi.

Sumber:
1. Aan Komariah dan Cepi Tiratna. Visonary Leadershif, Menuju sekolah Efektif. ( Jakarta : Bumi Aksara, 2005)
2. Aziz, A. (2015). Peningkatan mutu pendidikan. Jurnal Studi Islam, 10(2), 1-13.
3. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan kepala sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011 ) Hal. 157.
4.bd Majid, M. S. (2014). Analisis tingkat pendidikan dan kemiskinan di Aceh. Jurnal Pencerahan, 8(1).
5.Zulfikar, T. (2019). Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Aceh
6. Dadang Suhardang.Pengaruh kinerja Pengawas dan Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Peningkatan Produktivitas Sekolah (2006).
7. Zulfikar, T. (2019). Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Aceh.

 

Penulis merupakan Plt.Kepala SDN Sijuek Aceh Timur dan Pengurus IGI Aceh Timur