X
    Categories: Artikel

Refleksi Sekolah Menengah Kejuruan Antara Tantangan dan Harapan Revitalisasi

Oleh : Arhamni, M.Pd

Indra Djati Sidi dalam sebuah tulisannya menulis “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu menuju manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, ketrampilan, kesehatan jasmani serta rohani yang memiliki kepribadian yang baik, mandiri, kreatif, inovatif  dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan Negara”.

Para ahli telah mengkaji bahwa suatu negara  akan mampu bersaing dengan negara-negara yang ada di dunia ini jika bermodalkan beberapa faktor, diantara faktor penentu tersebut  yaitu: kemampuan teknologi, kemampuan manajemen, dan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Keunggulan dalam bidang teknologi akan membantu untuk bersaing dalam bidang ekonomi serta pemasaran, dimana  dengan teknologi yang hebat pelaku pasar dapat memasarkan hasil (produk) dengan pengemasan yang baik, serta jangkauan pemasaran yang lebih luas.   Namum jika teknologi yang handal tidak dikelola dengan manajemen yang efektif   dan efesien, tentu  teknologi tidak dapat berguna dengan maksimal untuk bersaing. Kemampuan SDM adalah hal yang paling utama yang menentukan negara untuk mampu bersaing.

Sekolah menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu lembaga pendidikan dimana melalui SMK , Pemerintah  berupaya mempersiapkan SDM yang mampu bersaing secara global, namun masih banyak kendala yang dihadapi dalam  lembaga pendidikan kejuruan  ini, sehingga  pemerintah akan merevitalisasi  pendidikan kejuruan ke depan dengan harapan generasi Indonesia siap bersaing secara global.

Menurut Zamroni (2003)  orientasi pendidikan dapat dikaji berdasarkan empat dimensi yaitu:  dimensi status peserta didik, dimensi peran guru, dimensi materi pengajaran dan dimensi manajemen pendidikan. Dimensi status peserta didik diharapkan peserta didik bukan dijadikan objek dari dunia pendidikan, namun keberadaan peserta  didik  merupakan  subjek  dari  dunia  pendidikan. Dimensi orientasi pendidikan  yang kedua adalah  guru, guru sangat berperan sebagai agen perubahan  dalam bidang keilmuan dan guru juga sangat berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam dunia pendidikan.

Dimensi berikutnya adalah orientasi pada materi  pendidikan, materi merupakan bahan ajar yang disajikan dalam dunia pendidikan.   Dimensi yang keempat adalah dimensi yang  berorentasi pada  manajemen pendidikan, dimana manajemen sekolah suatu pendidikan ada  yang menyatakan  merupakan akar dari suatu dunia pendidikan disuatu tempat tersebut, malah ada yang mentamsilkan bahwa manajemen pendidikan pada suatu sekolah  itu adalah ruhnya pendidikan yang akan menentukan kemajuan suatu lembaga pendidikan. Pada tulisan kali ini penulis akan mengkaji lebih khusus tentang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu  jenjang pendidikan menengah dengan kekhususan mempersiapkan lulusannya untuk siap bekerja. Berdasarkan isi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional  No. 20 Tahun 2003 pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional dan penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja di bidang tertentu. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Pengertian ini mengandung pesan bahwa setiap institusi yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan harus berkomitmen menjadikan lulusannya mampu bekerja dalam bidang tertentu.

Berdasarkan definisi di atas, maka sekolah menengah kejuruan sebagai sub sistim pendidikan nasional seyogyanya mengutamakan mempersiapkan peserta didiknya untuk mampu memilih karir, memasuki lapangan kerja, berkompetisi, dan mengembangkan dirinya dengan sukses di lapangan kerja yang cepat berubah dan berkembang.

Sekolah Menengah kejuruan (SMK) berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional  diharapkan dapat menjadi salah satu solusi terhadap kekurangan tenaga kerja yang ada di Indonesia, namun  pendidikan kejuruan selama ini belum mampu mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja yang seperti diharapkan oleh dunia usaha dan industri. Harapan kita pada peserta didik lulusan SMK dengan slogan SMK bisa dan membuat suatu misi agar lulusan SMK mampu bekerja, melanjutkan ke  universitas dan  juga  wirausaha sering didengungkan lulusan SMK harus BMW (bekerja, melanjutkan, wirausaha) tentunya perlu usaha yang lebih dalam mempersiapkannya. Harapan yang sangat mulia ini dibutuhkan suatu usaha yang maksimal,  dan yang harus kita pahami tujuan awal serta utama dibentuknya SMK diharapkan lulusannya dapat memasuki dunia industri dengan istilah bekerja, tidak tertutup kemungkinan ada peserta didik SMK yang melanjutkan ke perguruan tinggi dan juga berwirausaha, namun jumlahnya tentunya tidak banyak.

Menurut Indra Djati masih terlihat sampai saat ini umumnya masih lemahnya dari konsep, pelaksanaan (praktek), sistem,  serta  tradisi.  Beberapa kelemahan pendidikan kejuruan yang menjadi masalah di lihat dari segi konsep yaitu :

  • Penerapan pendekatan “supply-driven” yaitu penyelenggaraan pendidikan pada SMK dilakukan sepihak oleh Depdiknas.
  • Penerapan “school–based model” yang menjdikan peserta didik tertinggal oleh kemajuan dunia industri atau dunia usaha.
  • Pengajaran berbasis mata pelajaran sehingga membuat peserta didik tidak jelas kompetensi yang dicapainya
  • Pendidikan kejuruan model berbasis sekolah kurang luwes (kaku), kurang mengakui keahlian yang diperoleh di luar sekolah.
  • Pendidikan kejuruan hanya menyiapkan tamatan untuk bekerja di sektor forma
  • Pendidikan kejuruan merupakan “dead-end-career” yang berperan sebagai termina
  • Kurangnya integrasi antara pendidikan dan pelatihan kejuruan
  • Guru kejuruan kurang memiliki pengalaman kerja industri
  • Pengelolaan pendidikan kejuruan terlalu sentralistik
  • Pembiayaan SMK Negeri sepenuhnya ditanggung pemerintah dan SMK Swasta ditanggung oleh peserta did

Kelemahan pendidikan kejuruan yang masih menjadi masalah berikutnya adalah di lihat dari segi  praktek. Kelemahan dari segi praktek diantaranya yaitu : sekolah kejuruan masih kurang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja, kurang mampu menjaga relevansi dengan perubahan pasar kerja, masih kurang mutakhir dan masih sukar berubah.

Lulusan SMK sering dikritik kurang mampu mengikuti perubahan, hal ini terindikasi lulusan SMK  masih  kurang memimiliki ketrampilan dasar  (baca,  tulis, dengar,  bicara,  hitung),  lulusan  SMK  masih  kurang  memiliki ketrampilan  dalam berfikir (berpikir kreatif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar cara belajar  dan mampu  mengemukakan  alasan).  Berikutnya  kekurangan  dari  segi karakter  dimana  lulusan  SMK  memiliki karakter   (tanggung  jawab,  kejujuran, integritas, kerja sama, kerja keras, disiplin dan jiwa kewirausahaan) yang masih dalam katagori belum baik.

Kelemahan pendidikan kejuruan yang masih menjadi masalah berikutnya adalah dari segi sistem, pendidikan yang berlaku selama ini pada SMK masih belum sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan dunia industri,  hal ini dikarenakan adanya jarak antara penyelenggaraan  sekolah dengan dunia usaha dan industri. Perbedaan antara dunia usaha dan industri seharusnya tidak boleh terjadi karena mengingat lulusan SMK akan masuk ke dunia usaha dan industri

Kelemahan pendidikan kejuruan yang masih menjadi masalah berikutnya adalah dari segi tradisi,  terdapat kebiasaan kurang baik masih terus-menerus dilakukan oleh  guru tanpa adanya supervisi dan koreksi dari  pihak-pihak yang berwenang terhadap kemajuan pendidikan kejuruan. Kebiasaan-kebiasaan yang diperluka koreksi kedepan adalah sebagai berikut:

  • Pelajaran Praktek dasar tidak diajarkan sesuai dengan prinsip dasar yang benar
  • Membiarkan peserta didik menghasilkan mutu hasil kerja asal jadi
  • Membiarkan peserta didik bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan yang baik
  • Membiarkan peserta didik bekerja tanpa memperhatikan keselamatan kerja.
  • Pelajaran praktek diajarkan oleh guru yang tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan apa yang dipraktekkan.

Memperhatikan kondisi yang menjadi masalah pada pendidikan kejuruan ini, maka penulis terpanggil untuk memberikan sedikit pandangan melalui tulisan yang berjudul  Refleksi Sekolah Menengah Kejuruan Antara Tantangan dan Harapan Menuju Revitalisasi.

Refleksi pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efesien mencapai tujuan pendidikan Nasional. Menghadapi tantangan-tantangan yang semakin global sudah seharusnya SMK diupayakan untuk dilakukan revitalisasi sehingga dengan revitalisasi diharapkan akan terdapat program-program yang mampu mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang siap bersaing di dunia kerja yang global. Berdasarkan masalah-masalah yang telah penulis paparkan sebelumnya maka dapat kita bahas beberapa hal  untuk menjadi solusi serta masukan untuk merevitalisasi sekolah kejuruan yaitu:

  • Sistem  SMK yang  mengacu  pada kebutuhan  pasar  “Demand-Driven”. Dalam melaksanakan program pendidikan sebaiknya pembuatan kurikulum pada sekolah kejuruan dapat   melihat kebutuhan pasar (dunia usaha dan industri) sehingga ada hubungan langsung antara sekolah dengan dunia kerja.
  • Majelis Pendidikan Kejuruan (MPK). Wadah MPK ada baiknya digalakkan kembali dengan suatu fungsi utama sebagai mitra sekolah kejuruan untuk menjebatani antara sekolah kejuruan dengan dunia kerja. Pada tanggal 17 Oktober 1994 telah di bentuk Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN), dan Majelis Sekolah Kejuruan hingga tingkat sekolah (MS). Majelis Pendidikan Kejuruan ini dapat dijadikan sebagai wadah konsultasi, kerjasama,  dan  koordinasi  yang  keanggotaanya terdiri  atas  unsur-unsur dunia usaha dan industri, Koperasi, pemerintah dan organisasi profesi guru, lembaga swadaya masyarakat,   diharapkan dari wadah MPK ini akan meningkatkan  serta  mengembangkan pendidikan  Kejuruan  di  Indonesia. Perlu dasar hukum pembentukan MPKN, sehingga MPKN yang berada dari tataran Nasional, Propinsi hingga ke daerah-daerah kabupaten serta  satuan sekolah dibentuk benar-benar mampu menjadi mitra konsultasi serta koordinasi SMK secara professional.
  • Penerapan Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Pendidikan sistem ganda ini telah dicanangkan sejak tahun 1994. Penerapan sistem ganda adalah suatu bentuk penyelenggarasn pendidikan sekaligus pelatihan keahlian kejuruan yang  memadukan   secara   sistematik   dan   singkron   antara   program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui praktik langsung di dunia usaha dan industri. Manfaat dari PSG ini pertama, peserta didik akan memiliki keahlian secara lebih professional yang memiliki  tingkat  kemampuan,  kompetensi,  dan  etos  kerja  yang  sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Kedua, meningkatkan dan memperkokoh keterkaitan dan kesepadanan antara lembaga-lembaga pendidikan kejuruan dengan dunia kerja. Ketiga, meningkatkan efesiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualita Keempat, memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.  Pelaksanaan PSG selama ini masih kurang maksimal, karena peserta didik hanya melaksanakan pembelajaran PSG di dunia usaha dan industri dalam waktu yang hanya berkisar dua bulan, tentunya jika waktu yang diberikan lebih lama peserta didik akan mendapatkan pengalaman yang lebih baik. Pelaksanaan PSG yang merupakan bentuk kerjasama yang “win-win” antara sekolah dan dunia kerja untuk memenuhi tugas dan fungsi masing-masing. Sekolah melakukan semacam out sourcing yang dikerjakan di dunia usaha dan industri dalam bentuk alat, instruktur serta pengalaman. Industri melihat sekolah sebagai bagian dari Human Resource Department (HRD) dalam mempersiapkan tenaga ahli yang handal, PSG juga dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mendampingi  serta magang bersama-sama peserta  didik  agar  mendapatkan  pengalaman  dunia  usaha  dan  industri secara berkala serta berkesinambungan dan dapat diberikan sertifikat oleh perusahaan. Pelaksanaan PSG yang lebih baik akan memberi solusi akan masalah pendidikan kejuruan terhadap bengkel praktek serta guru  yang masih kurang memahami serta memiliki skill terhadap   dunia usaha dan industry. Pendidikan sistem ganda ini akan berdampak dalam peningkatan mutu pendidikan kejuruan. Pelaksanaan PSG ini tentunya memerlukan hubungan kerjasama antara pihak sekolah dan perusahaan, bentuk kerjasama serta pembiayaan PSG antara sekolah dan perusahan dapat melibatkan MPK sebagai mitra untuk   perantara antara sekolah dan perusahaan.
  • Mewirausahakan SMK. Lulusan sekolah kejuaruan diharapkan bukan hanya sebatas mampu bekerja di dunia usaha dan industri, namun juga mampu membuka peluang untuk berwirausaha secara mandiri. Selain mempersiapkan peserta didik untuk mampu berwirausaha, SMK juga bisa membuat Unit Produksi Sekolah (UP). UP sudah diperkenalkan sejak sekitar tahun 1980, tujuan dari adanya UP dimana   sekolah dapat memanfaatkan UP untuk meningkatkan kesejahteraan warga sekolah, memperbaiki fasilitas sekolah, dan yang paling penting adalah menyiapkan peserta didik untuk berlatih secara lebih nyata dan bertanggung jawab karena hasil dari produknya akan dijual ke pasa Dalam workshop jaringan Kurikulum SMK Aceh    tanggal  2  November 2016  juga  ada  di  bahas  tentang  UP  yang sekarang diperkenalkan dengan istilah “Teaching Factory” dimana cakupannya pada semua pelajaran produktif yang ada pada SMK dengan harapan dari Teaching Factory  ini  peserta didik  dapat dilibatkan secara maksimal dalam praktek pada satuan pendidikan sehingga dapat menghasilkan suatu produk atau jasa yang dapat dipasarkan. Dalam diskusi tentang UP ini ada masalah  pelaksanaan UP sekarang dimana pelaksanan UP pada sekolah kejuruan harus mempertanggungjawabkan segala pelaksanaan secara program serta keuangan kepada pemerintah, sehingga semangat untuk mengelola UP sekarang ini sudah menurun. Disarankan oleh rekan-rekan saat workshop tersebut agar ada dasar hukum yang mengatur pelaksanaan UP lebih otonom pada satuan pendidikan SMK, baik dari segi program serta penganggaran dan  juga  pertanggungjawabannya. Dalam hal ini penulis menawarkan solusi ke depan untuk pelaksanaan UP cukup MPK dijadikan sebagai pengontrol serta penerima laporan atas pelaksanaan UP baik dari segi program serta keuangannya, agar semangat pengelolaan UP menjadi baik kembali.
  • Pemagangan Peserta Didik  ke  Luar  Nege  Perkembangan dunia  yang semakin  global  yang  mengharuskan Indonesia  mempersiapkan generasi global, termasuk mempersiapkan lulusan SMK agar mampu bekerja pada dunia usaha dan industri yang global. Pemagangan peserta didik ke Negara- negara  maju  seperti  Inggris,  Jepang,  Korea  dan  Negara-negara lainnya merupakan hal yang perlu diprogramkan secara lebih baik, sehingga lulusan SMK ke depan mampu menjadi tenaga kerja yang siap bersaing secara global.
  • Membuka Pusat Kursus  Ketrampilan  Kejuruan.  Depdiknas  dapat menawarkan SMK-SMK yang ada di Indonesia sebagai pusat kursus ketrampilan yang sesuai dengan permintaan dan harapan masyarakat, sehingga SMK akan berfungsi multiguna, tentunya pengembangan kompetensi kursus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Kelebihan dari SMK dijadikan pusat kursus, peserta didik juga bisa menggunakan pusat kursus ini untuk meningkatkan kemampuan skillnya menjadi lebih ba MPK dapat dijadikan mitra dalam membuka pusat kursus pada SMK sebagai mitra penghubung antara pemerintah, masyarakat dan satuan pendidikan.
  • Manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen berbasis sekolah secara konseptual adalah:  manajemen  dimana sekolah diberikan kesempatan serta tanggung jawab untuk mengembangkan total program kependidikan yang   bertujuan   melayani   kebutuhan-kebutuhan   peserta   didik   dalam mengikuti  program-program sekolah,  personil  sekolah  akan mengembangkan program-program yang lebih meyakinkan karena mereka mengetahui pasti kebutuhan peserta didik (Malik Fajar 2003). Manajemen berbasis sekolah menuntut partisipasi lebih besar dari guru, staf yang ada dalam lingkungan pada satuan-satuan pendidikan tersebut, dan peran   orang tua dalam proses pembuatan kebijakan dan keputusan di sekolah. Menurut ketentuan, keputusan-keputusan dibuat secara kolektif dan kolegial oleh para stakeholder   yang relevan, bukan   oleh kepala sekolah secara individual atau wakilnya. Dalam konteks MBS   dibangung serta dikembangkan   kultur   kerja sama, guru-guru bukan dipandang sebagai pekerja yang harus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan individu (hanya bertugas mengajar mata pelajaran yang diasuhnya), namun lebih dari itu, guru-guru dilibatkan untuk memikirkan program-program  untuk kebutuhan peserta didik dengan kerja sama dalam tim. Telah ada pengkajian serta penelitian bahwa kultur sekolah yang dibangun dengan MBS akan menciptakan kultur saling menghormati, saling memiliki dan saling membantu, akan terjalin suatu kekeluargaan yang bertujuan bekerjasama untuk mencapai keberhasilan yang terbaik untuk peserta didik dan sekolah.
  • Memberlakukan sistem blo Sistem blok dalam belajar dapat membantu peserta didik untuk memahami materi dengan lebih baik dan efektif, karena peserta didik diberikan waktu yang terpogram untuk menyelesaikan pembelajarannya. Sistem blok ini juga dapat divariasikan dengan sistem kredit semester (SKS). Sistem blok ini dapat membantu peserta didik untuk menyelesaikan ketinggalan proses pembelajaran karena melakukan pembelajaran pada dunia usaha dan industri.

Kesimpulan   dari   tulisan   tentang   refleksi   dunia   pendidikan   kejuruan   ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam merevitalisasi SMK ke depan. Pendidikan kejuruan akan lebih bermutu dan bermartabat dengan mempersiapkan, memperioritaskan   kebutuhan peserta didik untuk menuju dunia kerja yang semakin kompetisi dan global,   perlu diagendakan dengan lebih serius dengan prioritas revitalisasi pada:

  • Sistem SMK yang mengacu pada kebutuhan pasar.
  • Pembentukan Majelis Pendidikan Kejuruan (MPK)
  • Penerapan Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
  • Mewirausahakan SMK.
  • Pemagangan Peserta Didik ke Luar Negeri.
  • Membuka Pusat Kursus Ketrampilan Kejuruan.
  • Manajemen berbasis sekolah (MBS).
  • Memberlakukan sistem blok.
  • Melaksanakan Program Teaching Factory secara terpadu.

Suatu bangsa tidak akan maju tanpa pendidikan yang maju dan bermutu, saat Hiroshima dan Nagasaki hancur lebur oleh bom atom, kaisar Jepang saat itu sangat berharap  pada  pendidikan untuk mengembalikan peradaban Jepang. Jepang sudah membuktikan, dimana bangsa Jepang hari ini menjadi bangsa yang dihormati di dunia   dengan pendidikan yang bermutu dan bermartabat. Mari kita belajar pada bangsa-bangsa yang sudah maju untuk menjadikan pendidikan kejuruan Indonesia lebih bermutu dan bermartabat dengan kepedulian serta kerja nyata kita dengan mensinergikan semua elemen bangsa serta merealisasi kerjasama lintas departeman dengan program-program yang lebih nyata, dalam upaya mempersiapkan generasi emas Indonesia yang mampu bersaing, berpikir dan bekerja dalam tataran pesaingan dunia kerja yang semakin kompetitif dan global.

Penulis : Guru SMK Negeri Penerbangan Aceh

fitriadi:
Related Post