close
Artikel

Uji Kompetensi Guru untuk Apa?

Oleh : Nurdin, S.Pd., M.A.
Kepala SMKN Taman Fajar Aceh Timur dan Pembina IGI Pusat

“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world,” Kata Nelson Mandela Salah seorang tokoh perdamaian dunia yang sangat terkenal. Baginya, senjata yang bisa kita gunakan untuk merubah dunia bukanlah nuklir, bukan kapal tempur, bukan pesawat siluman, drone, atau berlaksa-laksa prajurit, melainkan pendidikan. Jika sebuah bangsa ingin merubah taraf hidupnya dari miskin menjadi kaya, dari lemah menjadi kuat, dari negara biasa mejadi negara hebat, dari melarat hingga mencapai kesejateraan, hanya satu alat yang paling penting digunakan, yaitu Pendidikan.

Dalam dunia pendidikan guru merupakan faktor yang paling penting. Tanpa ada guru maka tidak akan jalan proses pendidikan. Didesain seperti apapun, secanggih apapun, kehadiran guru tetap diiperlukan. Agar pendidikan yang diselenggarakan benar-benar berkualitas, maka guru yang bertugas melaksanakan pembelajaran juga harus benar-benar kompeten. Untuk menghasilkan guru yang kompeten ini pemerintah menyelenggarakan Uji Kompetensi Guru (UKG). Ini merupakan salah satu upaya yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengetahui mana guru yang sudah kompeten (siap pakai) dan guru yang belum kompeten (harus diberikan diklat lanjutan).

Uji Kompetensi Guru (UKG) dilakukan secara daring (online). Pemerintah pusat menetapkan batas kompeten yang berlaku secara nasional. Bila ada guru yang belum mencapai nilai ambang batas (Grade) kompeten maka akan diikutkan dalam program pelatihan yang didesain secara online maupun tatap muka melalui musyawarah guru mata pelajaran.

Teknik pelaksanaan UKG yang menitik beratkan pada Uji Kompetensi Paedagogik dan Profesional memang masih menimbulkan perdebatan. Namun dengan adanya UKG ini setidaknya pengambil kebijakan sudah memiliki gambaran tentang kualitas guru. Hal ini membantu Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bila ingin melakukan distribusi guru ataupun penempatan guru pada sekolah-sekolah khusus seperti sekolah terpencil, seklah berasrama maupun sekolah kejuruan. Tentu saja pada saat guru akan ditempatkan di sebuah sekolah – selain nilai UKG – dapat dilakukan uji tambahan yaitu uji kinerja menyajikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Jadi, bila ada sekolah unggulan yang membutuhkan guru dan sifatnya mendesak, data UKG guru dapat dijadikan salah satu alternatif rujukannya. Tinggal dipilih beberapa guru dengan nilai UKG tertinggi.

Bagi guru sendiri, UKG adalah gambaran awal kualitas diri. Dengan mengetahui kualitas awal, para guru dapat membuat perencanaan program pelatihan yang harus diikuti agar terjadi peningkatan kompetensi juga nilai UKG.

Pemerintah Aceh selangkah lebih maju, yaitu melakukan UKG untuk guru-guru non PNS. Berbeda dengan UKG yang dilaksanakan oleh Kemendikbud, hasil UKG Guru Non PNS di Provinsi Aceh menentukan berapa besar gaji yang akan diterima setiap guru. Guru dengan hasil UKG berada di Level 1 akan berbeda juga gaji dengan guru di Level 2, dan seterusnya. Semoga program ini terus bisa dijalankan dan dievaluasi agar makin bermanfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan di Provinsi Aceh.

Jadi, marilah para guru mempersiapkan diri secara berkelanjutan. Bukankah melalui tangan para guru inilah “senjata pendidikan” akan semakin bagus bentuknya.