Buruh demo. Dokter demo. Buruh demo, pabrik terlantar, tak berjalan, produksi mampet, perusahaan rugi besar. Dokter demo, pasien terlantar, rumah sakit kebingungan, merugi, akhirnya jadi sasaran demo pasien. Buruh dan dokter telah menunjukkan loyalitas profesi yang setengah baik. Kenapa setengah baik? Karena setengah ketidakbaikkannya adalah menelantarkan tanggungjawab profesi yang melekat pada keduanya.
Demo dan mogok kedua profesi tersebut penulis rasa sangat riskan dan berdampak besar bagi kelangsungan kehidupan keluarga. Perhatikan saja, demo kedua profesi tersebut menyentuh sisi tolak ukur kesejahteraan rumah tangga, yang meliputi tiga aspek, yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Buruh mogok, sisi ekonomi keluarga terancam. Dokter mogok, sisi kesehatan keluarga pun terancam. Tinggal satu lagi, sisi pendidikan.
Buruh dan dokter telah menunjukkan rasa solidaritasnya sebagai profesi yang terhormat, dan menunjukkan pada pemerintah betapa pentingnya posisi mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Tinggal satu lagi yang penulis pikir harus menunjukkan solidaritasnya sebagai profesi yang terhormat dan menunjukkan betapa pentingnya peran mereka di masyarakat. Ya, siapa lagi kalau bukan guru.
Penulis tidak memberikan gagasan untuk guru ikut berdemo ataupun sampai mogok ngajar. Tapi coba kita bayangkan kalau memang iya terjadi. Seluruh guru di belahan tanah air berdemo dan mogok ngajar, wah, pasti akan menjadi semacam people power.
Sebenarnya profesi guru sudah sejak lama menunjukkan betapa pentingnya mereka. Pikir lagi, darimana para pemikir negara, dan para ilmuwan Indonesia yang ada saat ini kalau bukan dari hasil didikan para guru. Darimana prestasi-prestasi siswa dan mahasiswa Indonesia di kancah internasional kalau bukan dari didikan profesi guru. Para siswa saja bisa mengapresiasi guru mereka, masa pemerintah tetap ngotot gaji guru masih dibawah 3 juta (tuntutan buruh).
Sangat sulit dibayangkan jika guru demo dan mogok mengajar, siapa lagi yang akan mengajari anak-anak penerus bangsa belajar?! Buruh mogok, perusahaan kebingungan. Dokter mogok, pasien dan keluarganya kebingungan. Guru mogok, seluruh siswa dan orangtua di Indonesia pun akan kebingungan. Luar biasa dampak yang akan ditimbulkan jika ini terjadi. Cita-cita para orangtua untuk menjadikan putra-putrinya cerdas dan sukses dimasa depan, pupus sudah. Harapan negara untuk meneruskan kejayaannya, pun pupus sudah.
Teringat akan pertanyaan Kaisar Hirorito ketika Hirosima dan Nagasika dibom musuh ketika PD II. Dia tidak menanyakan berapajumlah buruh atau dokter yang tersisa, tetapi beliau bertanya ‘Berapa jumlah guru yang tersisa?’. Ini menyiratkan bahwa beragam profesi, baik buruh maupun dokter, diciptakan dari didikan para guru. Lalu di negara kita, kenapa bayaran buruh dan dokter bisa lebih tinggi dari guru.
Buruh bisa berdemo karena menuntut upahnya. Dokter bisa berdemo karena menuntuk kehormatan profesinya. Maka guru, ah, terlalu banyak alasan untuk guru menuntut penghormatan yang lebih ke negara ini.