Ide pembuatan briket ini pun datang tanpa sengaja. Ketika itu, sejumlah guru SMKN 1 Bawen bermaksud rekreasi di Rawa Pening dengan naik perahu.
“Saat itu teman-teman guru naik perahu di Rawa Pening, di sana melihat gambut kemudian muncul gagasan membuat briket,” kata Heru Widianto, Guru Produktif Alat Mesin Pertanian (AMP) SMKN 1 Bawen, Kabupaten Semarang, Senin (13/11/2017).
Gagasan pembuatan briket dari gambut Rawa Pening tersebut dimotori seorang guru Samsudin. Untuk itu, kemudian membuat alat pencetak dan pengepres dengan memanfaatkan besi yang ada. Setelah alat jadi, dengan mengajak siswa mencari gambut yang tidak dipakai di sekitar Rawa Pening.
“Kami mencari gambut setiap dua minggu sekali pada hari Sabtu, sekalian home visit bersama-sama anak mencari dua karung bagor,” ujarnya.
Gambut yang telah tersedia tersebut, kemudian dibuat briket baik oleh siswa kelas XI maupun kelas XII AMP terutama saat jam praktik. Untuk kelas XI praktik pembuatan dilakukan pada hari Rabu dan Jumat, sedangkan kelas XII pada hari Senin dan Kamis.
“Kebetulan ini jatah kami membuat briket. Briket yang basah, terus kami cetak dengan alat ini,” ujar Dedi Haris (17), siswa kelas XII AMP SMKN 1 Bawen.
Teman Dedi lainnya, M Angger (17), mengakui, pembuatan briket tersebut dilakukan sejak masih kelas XI. Ketika itu, usai mengikuti PKL di salah satu perusahaan di Temanggung, kemudian di sekolah diajari membuat briket.
“Semenjak itu, setiap jam praktik, kami membuatnya,” katanya.
Setelah dicetak, briket yang masih basah tersebut dikeringkan dengan dijemur. Jika kondisinya panas, hanya butuh waktu 2 hari sudah bisa dipakai. Namun demikian, jika cuaca mendung terkadang membutuhkan waktu selama 5 hari untuk siap dipakai.
Adapun briket yang kering tersebut kemudian dikemasi dalam plastik yang dijual dengan harga Rp3.000-Rp5.000 per plastiknya. Sejauh ini, selain dipakai sendiri untuk memanaskan ayam di sekolah tersebut, briket juga dipesan pedagang criping di Tegalrejo, Kota Salatiga.
“Sekali beli biasanya 5-10 bungkus plastik. Kalau untuk bahan baku sangat mudah mendapatkannya, sejauh ini kami masih kesulitan untuk memasarkan,” kata Heru, alumni Unnes, itu.
sumber:https://psmk.kemdikbud.go.id