Provinsi Aceh hingga saat ini memiliki sejumlah sesar atau patahan aktif yang sewaktu-waktu bisa bergerak dan menimbulkan bencana gempa bumi. Salah satu kota yang rawan terjadinya gempa adalah Banda Aceh. Sebab, Banda Aceh diapit oleh dua patahan Sumatera yang masih aktif, yaitu patahan segmen Aceh dan segmen Seulimuem.
Hal itu diungkap dalam hasil research Ibnu Rusydy, M.Sc, peneliti Tsunami Disaster Mitigation Research Center (TDRMC) Universitas Syiah Kuala, baru-baru ini. Data tersebut juga diperjelas kembali oleh rekannya Ibnu Rusydy, Dr Muksin Umar yang juga peneliti TDRMC dalam konferensi pers di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Rabu (2/1).
Meski berada di dua patahan Sumatera yang aktif, namun pihak TDRMC tidak bisa memprediksi kapan gempa akan terjadi. “Tentu kita tidak bisa memprediksi kapan gempa akan terjadi, tidak ada ilmuwan yang bisa memprediksi. Tapi kita bisa melihat potensi gempa bumi di sepanjang sesar, sesar aktif. Maka kita bersikap supaya siap jika sewaktu-waktu gempa terjadi,” kata Muksin.
Dalam research itu diungkapkan, patahan segmen Aceh dan Seulimuem merupakan bagian dari patahan Sumatera dari Teluk Semangko di Lampung sampai ke Provinsi Aceh. Dari Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie, patahan Sumatera terpecah menjadi dua segmen, satu segmen menerus sampai ke Indrapuri-Mata Ie-Pulau Breuh-Pulau Nasi. Segmen ini dinamakan segmen Aceh.
Sementara segmen Seulimuem, dimulai dari Seulimuem, Krueng Raya, hingga ke Sabang. Menurut Muksin, sesuai dengan hasil research Ibnu Rusydy tersebut, segmen Aceh itu sudah 170 tahun tidak menimbulkan gempa bumi. Jika suatu saat terjadi gempa, maka potensi getarannya bisa bermagnitudo 7,0.
Oleh karena itu, Kalak BPBA, Teuku Ahmad Dadek, meminta masyarakat baik di Banda Aceh dan seluruh Aceh untuk selalu waspada jika sewaktu-waktu gempa terjadi. Dia mengatakan, untuk memprediksi tingkat kerusakan bangunan akibat gempa bumi yang bersumber dari segmen
Aceh maupun segmen Seulimuem, Ibnu Rusydy kata Dadek telah melakukan pendataan jenis bangunan, kondisi geologi tanah dan air di Kota Banda Aceh, dan membuat model gempa bumi.
Hal ini dilakukan, karena tingkat kerusakan bangunan sangat dipengaruhi oleh jenis konstruksi bangunan, jumlah lantai, kondisi geologi tempat bangunan berdiri, goncangan tanah akibat gempa bumi, dan pengaruh liquifaksi.
Apabila gempa bumi dengan magnitudo Mw 7 bersumber dari segmen Aceh, maka diperkirakan masing-masing bangunan di kota Banda Aceh akan mengalami kerusakan antara 40 sampai 80 persen. Apabila gempa magnitude Mw 7 bersumber dari segmen Seulimuem, maka masing-masing bangunan akan mengalami kerusakan antara 20 sampai 60 persen.
“Oleh karena itu, setiap pembangunan gedung, perumahan, dan jembatan harus mengikuti kaidah bangunan tahan gempa, bisa merujuk ke SNI 1726-2012. Dan, simulasi dan sosialisasi pengetahuan kebencanaan harus terus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana,” demikian Teuku Ahmad Dadek. Turut hadir dalam konferensi pers tersebut Ketua F-PRB Aceh, Nasir Nurdin. (dan)
//aceh.tribunnews.com/2019/01/03/banda-aceh-rawan-gempa