Papan lantai jembatan gantung Gampong Jeulanga, Kecamatan Bandardua, Pidie Jaya sudah lapuk dan mengundang bahaya bagi warga, Sabtu (11/11).SERAMBI/ABDULLAH GAN
Jaringanpelajaraceh.com-Berpakaian rapi dengan sepatu mengkilap merupakan penampilan keseharian para guru ketika mengajar anak-anak di sekolah. Telapak tangannya pun halus, sebab hanya memegang kapur, pensil, dan buku.
Namun tidak dengan akhir pekan ini. Puluhan guru di Aceh Singkil itu rela bekerja kasar membangun jembatan menuju SMP 4 Singkil. Pakaiannya pun dipenuhi lumpur bercampur keringat. Mereka beralih profesi menjadi kuli bangunan demi keselamatan siswa yang selama ini harus melewati kubangan banjir menuju sekolah.
Pahlawan tanpa tanda jasa itu tak tahan lagi melihat anak-anak setiap hari pakaiannya basah kuyup ketika hendak masuk ke sekolah yang terletak di Desa Ujung Bawang. Sebab, sekolah yang belum selesai pembangunanya itu terletak di tengah rawa, tanpa dilengkapi jembatan. Sehingga pelajar dan dewan guru harus basah-basahan ketika menuju dan pulang sekolah.
Di bawah komando Ketua PGRI Aceh Singkil M Najur, Minggu (10/12), para guru berjibaku membangun jembatan kayu. Sebagai titian penyeberangan siswa menuju sekolah dari pinggir jalan. Ada yang pegang martil, gergaji, sebagian lagi bertindak sebagai kepala tukang dadakan.
Bahan membuat jembatan berupa kayu dan paku disediakan PGRI. Sedangkan pengerjaannya dilakukan gotong royong oleh guru serta orang tua siswa. “Banyak yang terlibat dalam pembangunan jembatan ini, ada PGRI, KoBar-GB, pihak sekolah, orang tua siswa dan relawan lainya,” kata Najur.
Guru berinisiatif membangun jembatan, sebab khawatir terhadap keselamatan dan kesehatan siswa jika terus bersekolah dalam kondisi pakaian basah. Kemudian proses belajar mengajar pun tidak berjalan nyaman jika berpakaian basah. Apalagi bukan hanya siswa yang basah, tetapi termasuk dewan guru.
Kepala SMP 4 Singkil, Hermayanti mengatakan, pembangunan jembatan menuju sekolahnya dilakukan spontanitas. Ketika melihat siswa terus basah-basahan masuk sekolah. “Saat anak-anak basah-basahan menuju sekolah terlihat oleh pengurus PGRI. Spontan dibangun jembatan dengan bantuan PGRI, kalau sekolah tidak bisa karena tidak ada biaya,” ujar Hermayanti.
Melihata guru serta orang tuanya membangun jembatan. Belasan siswa SMP 4 Singkil turut andil membantu dengan menyediakan minuman. Anak-anak belasan tahun tersebut mengaku antusias ke sekolahnya ada jembatan, walau hanya berupa titian kayu. “Senang sekali dibangunkan jembatan, tidak basah lagi ketika ke sekolah,” kata Santri siswi kelas III SMP 4 Singkil.(de)
sumber:http://aceh.tribunnews.com