close
Berita Terkini

Inggris Luncurkan Sertifikasi Keamanan Cyber

Close-up of padlock and chain around laptop computer

Pemerintah Inggris meluncurkan sertifikasi keamanan cyber baru yang memungkinkan perusahaan untuk menunjukkan kepada konsumen bahwa mereka telah memiliki langkah-langkah untuk membantu mempertahankan diri terhadap ancaman cyber umum, seperti serangan malware GAMEOVER Zeus.

Perlu diketahui sampai saat ini di Inggris belum ada sertifikasi cybersecurity tunggal yang diakui dan cocok untuk diadopsi semua bisnis. Department for Business Innovation and Skills (BIS) Inggris mengklaim bahwa dengan mendapatkan sertifikasi Cyber Essentials tersebut berarti perusahaan dapat mempromosikan fakta bahwa dibutuhkan cybersecurity serius untuk meningkatkan reputasi dan meningkatkan keunggulan penjualan yang kompetitif.

Dengan mengembangkan skema sertifikasi keamanan cyber baru ini akan memberikan konsumen kepercayaan lebih lanjut bahwa bisnis dan pemerintah memiliki pertahanan untuk melindungi pengguna terhadap ancaman cyber yang paling umum.

Skema baru ini didukung oleh AIG, Marsh, Swiss Re, British Insurance Brokers Association (BIBA) dan International Underwriting Association, serta tersedia untuk universitas, usaha nonprofit dan sektor publik termasuk juga bisnis.

BAE Systems, Barclays dan Hewlett-Packard adalah beberapa perusahaan pertama yang mengajukan permohonan baru untuk sertifikasi Cyber Essentials ini. Usaha kecil seperti Nexor, Tier 3 dan Skyscape juga mengadopsi skema sertifikasi keamanan cyber baru ini, demikian juga University of Derby, Confederation of British Industry, Institute of Risk Management dan Institute of Chartered Accountants di Inggris dan Wales.

Tentu saja, skema sertifikasi keamanan baru ini sangat penting. Data dari penelitian terbaru oleh Federasi Usaha Kecil di Inggris menemukan bahwa kejahatan cyber merugikan usaha kecil sekitar 800 juta pound setiap tahun. Harapannya setelah ada sertifikasi keamanan cyber ini angka tersebut bisa ditekan ke angka paling minimal.

Sumber: ICTWatch / The Telegraph
Gambar: CNN

Fuadi Mardhatillah

The author Fuadi Mardhatillah