Program Merdeka Belajar hadir setelah Nadiem melihat pendidikan bisa dikelola dengan sistem manajemen perusahaan, melalui insentif dan disinsentif. Tetapi produknya adalah manusia.
Very managerial. Seperti pabrik, call center, agent, bahkan gojek. Tapi ternyata produknya ini bukan seperti app. Ini salah. Ini produknya manusia/tingkat kompleksitasnya luar biasa,” papar Nadiem saat menjadi pembicara dalam Indonesia Millenial Summit 2020 seperti dikutip dari Youtube Kemendikbud, Senin (20/1/2020).
adiem optimistis melalui sistem Merdeka Belajar, pihaknya bisa melakukan lompatan besar lewat sistem pendidikan yang rencananya bakal dilaksanakan pada 2021.
Lewat sistem ini, 10% sampai 20% bisa lompat dan harapannya, dari situ akan bisa mempengaruhi para agent of change. Karena reformasi pendidikan gak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. People society harus berpartisipasi, perusahaan-perusahaan harus berpartisipasi,” tuturnya.
Dalam merancang Merdeka Belajar itu, kata Nadiem pihaknya sudah melakukan riset selama kurang lebih lima bulan. Dia melakukan wawancara kepada para pakar, guru-guru, kepala sekolah, mahasiswa, dan lain sebagainya.
Dari hasil riset itu, kata Nadiem, pihaknya banyak menemukan perspektif baru, di mana dalam benaknya dahulu, pendidikan bisa diperbaiki dengan melalui insentif, seperti bagaimana pabrik atau start-up bekerja.
Kenyataannya, lanjut Nadiem, cara pemberian insentif dan disinsentif tersebut, menurut dia tidak bisa dilakukan di bidang pendidikan.
pendidikan penuh dengan kompleksitas manusia. Tidak bisa dengan approach yang sama. Satu hal yang saya sadari, ternyata banyak sekolah-sekolah yang terbaik, yang justru datang dari sekolah non formal,” kata Nadiem.
Jadi, Merdeka Belajar adalah call to action untuk masyarakat, untuk guru, sekolah, orang tua, agar bisa meredefinisi bagaimana kultur itu berkembang dengan sangat cepat. Untuk merdekakan pendidikan, semuanya harus terlibat,” jelas Nadiem.
Sumber:https://www.cnbcindonesia.com