close

Oleh Jarjani Usman

“Barangsiapa yang menyeru kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” (HR. Muslim).

Guru tentunya tak terbatas.  Tidak hanya manusia, hewan dan alam sekitar pun bisa dijadikan guru.  Tidak terbatas pada mereka yang menyebut diri guru, tetapi juga yang menggeluti pekerjaan lain.  Termasuk juga lebah, yang mengajarkan manusia contoh-contoh cara hidup yang baik.

Bekerja menjadi guru sangatlah mulia dalam pandangan Allah.  Apalagi mengajarkan yang baik, bermanfaat, dan diridhaiNya, sehigga disediakan pahala sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.  Di samping itu, Rasulullah juga pernah bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Jika hambaKu berniat melakukan suatu kebaikan, maka Aku menulisnya satu pahala kebaikan baginya walau ia belum melakukannya, dan jika ia melakukannya, maka Aku menulisnya dengan sepuluh pahala kebaikan yang serupa dengannya” (HR. Muslim).

Namun mulianya status guru bisa berubah menjadi bermakna terhina.  Hal ini terjadi bila meskipun bertugas sebagai guru, sebahagian orang tak berniat untuk bekerja serius untuk mencari ridha Allah. Hanya suka mengajak ke arah yang baik setiap hari, tetapi diri sendiri gemar melakukan berbagai kejahatan.  Sehingga jangankan layak menjadi guru untuk orang lain, untuk diri sendiri juga kadang tak mau diterima. Berbeda dengan lebah, yang senantiasa konsisten di jalan hidup yang baik.