Jaringanpelajaraceh.com-LHOKSUKON -Ekses banjir yang merendam 10 desa di Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara akibat luapan Krueng Keureuto, menyebabkan proses belajar mengajar (PBM) di Madrasah Tsnawiyah Negeri (MTsN) Matangkuli terhenti total sejak Kamis (9/11) sampai Senin (13/11) kemarin. Padahal, air yang merendam 10 desa di kawasan itu pada Kamis (9/11) lalu, sudah surut satu hari kemudian.
Terhentinya proses pembelajaran hingga empat hari itu disebabkan air masih merendam ruang belajar dan juga halaman sekolah tersebut. Sehingga siswa yang hendak masuk ruangan harus membuka sepatunya.
Kondisi ini terjadi di ke-12 ruang belajar yang digunakan selama ini. Penyebabnya ternyata karena ruang belajar itu lebih rendah dari badan jalan, sehingga meski air sudah surut di sejumlah desa, namun halaman sekolah itu masih tetap terendam.
Bahkan, untuk kering total itu butuh waktu sampai sepekan lebih, itupun dengan catatan tak ada hujan susulan lagi,” kata Kepala MTsN Matangkuli, Muhammad Hanafiah kepada Serambi, Senin (13/11).
Dia membeberkan, air mulai merendam sekolah itu satu hari sebelum mengenangi pemukiman warga di kawasan tersebut. Karena jarak tanggul sungai dengan sekolah itu hanya terpaut lima meter.
Kemarin ketika banjir, airnya hampir mencapai satu meter di halaman sekolah, sehingga 12 ruangan yang kita gunakan selama ini untuk belajar terendam. Jangankan untuk masuk ke ruangan belajar, untuk ke kantor saja harus membuka sepatu,” ujar Kepala MTsN Matangkuli itu.
Disebutkan, dirinya dari kemarin sudah berada di Jakarta untuk menyampaikan persoalan tersebut ke Kementerian Agama (Kemenag) RI, agar persoalan itu segera dicari solusi. Sebab, jika tidak secepatnya ditangani, bisa berdampak tidak baik terhadap pendidikan, karena para pelajar sering libur sekolah. “Saya sudah di Jakarta dan sekarang sedang menemui Kasubdit Sarana dan Prasarana, mudah-mudahan ada solusi cepat,” ucapnya.
Sementara itu, Kasubdit Sarana dan Prasarana Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan Madrasah Kemenag RI, Abdullah Alkholis kepada Serambi via seluler menyebutkan, pihaknya sudah menerima laporan yang disampaikan Kepala MTsN Matangkuli, Muhammad Hanafiah. Dia berjanji, pihaknya akan mempelajari dulu proposal yang diajukan sekolah tersebut.
“Nanti dalam waktu dekat akan turun tim untuk melihat langsung kondisi tersebut, apakah terendam karena drainase atau karena rendahnya halaman sekolah itu. Kita akan koordinasikan sehingga persoalan bisa dicari solusi ke depannya, apakah ruang belajar yang kita tinggikan atau solusi lain supaya proses pembelajaran di sekolah tersebut tak terhenti,” ulasnya.
Berdasarkan catatan Serambi, terhentinya proses belajar mengajar (PBM) di MTsN Matangkuli itu akibat kebanjiran memang bukan kejadian baru. Pasalnya, kegiatan pembelajaran di madrasah tersebut sudah sering terhenti sejak tahun 2013 dan terus berulang setiap tahunan layaknya sebuah siklus, khususnya saat musim penghujan.
Soalnya, penyebab sekolah tersebut sering terendam, bukan cuma ketika meluapnya Krueng Keureuto yang memang mengelilingi lembaga pendidikan itu saja. Tapi, asal terjadi hujan lebat sebentar aja, MTsN Matangkuli itu bisa terendam, padahal di tempat lain tidak terjadi genangan air.
Seringnya terhenti proses belajar mengajar di sekolah itu juga berdampak terhadap minat murid untuk melanjutkan pendidikanke sekolah itu. Hal tersebut berdasarkan data penerimaan dan kelulusan di sekolah itu. Misalnya, pada 2015 jumlah pelajar baru mencapai 149 orang, lalu pada 2016 turun menjadi 144 pelajar baru saja. Sedangkan pada tahun 2017, menurun drastis menjadi 81 orang.(jaf)
sumber:http://aceh.tribunnews.com