“Kita ingin pendidikan yang fokus pada keterampilan bekerja. Ini sangat penting,” pesan Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2019 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/2/2019).
Kunci bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri dalam memenangkan persaingan terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Selain infrastruktur yang telah dibangun dalam empat tahun terakhir, peningkatan kualitas manusia menjadi prasyarat agar Indonesia tidak terjebak dalam perangkap pendapatan menengah (middle income trap). “Apabila kita bisa meng-upgrade secepat-cepatnya sehingga levelnya melebihi negara-negara di kanan-kiri kita, itulah namanya kemenangan kita dalam bersaing,” kata Presiden.
Memasuki tahun ketiga pelaksanaan revitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK), sesuai dengan amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, beberapa capaian positif mulai terlihat. Seiring dengan meningkatnya angka partisipasi kerja lulusan SMK pada tahun 2018, angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan SMK setiap tahunnya semakin menurun.
“Memang ini datanya dari sakernas (survei angkatan kerja nasional), yaitu (di bulan Februari) 2016 sebesar 9,84 persen dan pada tahun 2017 sebesar 9,27 persen. Sedangkan pada tahun 2018 sebesar 8,92 persen. Jadi sebenarnya trennya menurun,” disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy.
Jumlah lulusan SMK yang bekerja mengalami tren kenaikan. Pada bulan Februari tahun 2016 tercatat sebanyak 12,37 juta, kemudian meningkat menjadi 13,53 juta pada 2017, dan sebanyak 14,54 juta orang pada tahun 2018. Mendikbud menyatakan optimismenya terhadap program Revitalisasi SMK yang secara efektif dimulai pada tahun 2017.
Penyesuaian Kurikulum dan Kerja Sama Industri
Untuk mengembangkan pendidikan kejuruan yang selaras dengan kompetensi kebutuhan pengguna lulusan (link and match), maka Kemendikbud telah melakukan penyesuaian dan pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan. Jika sebelumnya menggunakan pendekatan dari supply-driven, maka saat ini kurikulum telah disesuaikan menjadi demand-driven agar dunia usaha dan dunia industri (DUDI) semakin aktif terlibat dalam proses pendidikan kejuruan di SMK.
“Jika selama ini SMK berjalan dengan berdasarkan persepsi dari sisi pendidikan saja, seakan nantinya akan dibutuhkan di dunia kerja. Sekarang SMK berjalan sesuai dengan permintaan dunia usaha dan industri. Yaitu dengan cara menyusun kurikulum dengan bekerja sama dengan DUDI. Bahkan DUDI diberi porsi untuk menentukan kurikulum sebesar 70 persen,” jelas Mendikbud.
Komitmen jangka panjang yang saling menguntungkan antara SMK dengan dunia usaha dan dunia industri juga terus diperkuat. “Sejak dilakukannya revitalisasi SMK itu, sudah ada 2700-an industri yang menjalin kerja sama dengan SMK. Dan itu kerja sama yang riil,” tutur Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen), Hamid Muhammad.
Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kebekerjaan lulusan SMK, Kemendikbud mendorong peningkatan kapasitas SMK menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP-P1). Dirjen Dikdasmen menyampaikan bahwa berdasarkan data Direktorat Pembinaan SMK, saat ini terdapat 64 skema sertifikasi level 2 dan 3 yang digunakan oleh LSP-P1 SMK.
Sampai dengan awal tahun 2019, Kemendikbud bersama BNSP telah menyiapkan skema sertifikasi kualifikasi level II dan III untuk digunakan di LSP-P1 SMK dan diharapkan dapat meningkatkan akses sertifikasi kepada para siswa SMK. Dan sejak tahun 2016, tercatat 184.816 siswa SMK telah memperoleh sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sampai dengan awal tahun 2019, Kemendikbud bersama BNSP telah menyesuaikan 146 kompetensi keahlian pendidikan kejuruan di SMK. Dan sebanyak 1650 SMK telah melaksanakan sinkronisasi kurikulum.
Pemenuhan Guru Produktif
Presiden berharap semakin banyak guru sekolah menengah kejuruan (SMK) yang terampil dalam membimbing siswanya agar memiliki keterampilan dan kompetensi kerja yang baik. “Guru yang terampil harus lebih banyak dari guru normatif,” pesannya.
Saat ini Kemendikbud terus memperkuat guru-guru SMK melalui berbagai program pelatihan, kursus singkat, dan magang industri baik di dalam maupun luar negeri, serta program sertifikasi keahlian ganda. Hal ini untuk mendorong revitalisasi vokasi secara keseluruhan dan dapat menghasilkan lulusan yang bisa bersaing di dunia kerja. “Target guru berkeahlian ganda pada 2019 ini mencapai 40 ribu guru,” ujar Mendikbud.
Hingga akhir 2018, program Peningkatan Jumlah dan Kompetensi Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMK yang telah terlaksana yaitu Peningkatan Kompetensi Guru Kejuruan. Capaiannya adalah 1) Penyiapan Sistem Pendataan Calon Peserta Uji Kompetensi Keahlian (UKK); 2) Identifikasi/Pemetaan calon Guru Sasaran Uji Kompetensi Keahlian di 219 SMK revitalisasi; 3) Diklat Guru Produktif, pada 104 guru produktif Bidang Teknologi dan Rekayasa, Energi dan Pertambangan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bisnis dan Manajemen, serta Seni dan Industri Kreatif.
Penumbuhan Minat Kewirausahaan
Pengembangan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan kompetensi siswa di era industri 4.0 menjadi salah satu fokus Kemendikbud. Materi Pengembangan muatan Revolusi Industri 4.0 menjadi muatan wajib bagi SMK penerima bantuan revitalisasi. Sembilan jenis muatan industri 4.0 tersebut di antaranya Augmented Reality/Virtual Reality (AR/VR), 3D Printing, Tourism Promotion, Game Development, Smart School, Internet of Things, E-Commerce, dan Kewirausahaan.
Selain bekerja di industri atau melanjutkan studi di jenjang pendidikan tinggi, lulusan SMK juga didorong menjadi wirausaha kreatif. “Salah satu alternatif yang bagus ya mendorong anak-anak untuk menjadi wirausaha. Terutama anak-anak yang memiliki imajinasi yang kuat, punya mimpi besar, sebaiknya disiapkan untuk menjadi wirausaha,” kata Mendikbud.
Program SMK Pencetak Wirausaha mendorong pembelajaran tentang etika, nilai (value), kemampuan (ability) dan perilaku (attitude) dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang dihadapi. Pengembangan Pembelajaran Kewirausahaan di SMK telah diimplementasikan dalam berbagai bentuk pembelajaran berbasis produksi dan bisnis melalui beberapa pendekatan, di antaranya teaching factory, techno park, business center di sekolah.
Direktorat Pembinaan SMK dan The Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) Secretariat sudah menghasilkan 3.132 siswa wirausaha melalui program Sekolah Pencetak Wirausaha (SPW) Batch 1 sampai dengan Batch III. Program ini telah diikuti 175 SMK di 34 Provinsi. Sebanyak 206 sertifikat telah dibagikan kepada para siswa yang mampu menghasilkan omzet Rp5 juta sampai dengan >Rp25 juta dalam 3 bulan.
Fitry Anita Rahman, siswi SMK Negeri 1 Cikalongkulon Cianjur, menjadi salah satu penerima sertifikat SPW dengan omzet Rp23 juta dalam 3 bulan. Siswi program Agribisnis Ternak Unggas ini mengaku tidak kesulitan membagi waktu antara berwirausaha dengan belajar. Sekolah memberikannya keleluasaan untuk bereksperimen melalui kelas khusus wirausaha. “Di sekolah aku, khusus sekolah pencetak wirausaha itu dikasih waktu bebas dua puluh jam seminggu. Kita bebas pakai untuk kegiatan wirausaha. Jadi gak kesulitan (membagi waktu),” ungkapnya.
Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Cikalongkulon Cianjur, Sumariyah, mengungkapkan bahwa sekolah berkomitmen mendorong minat dan bakat siswa dalam berwirausaha. Baginya, pembelajaran kewirausahaan siswa SMK sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri, serta menumbuhkan karakter positif siswa, seperti kreativitas, kemandirian, dan bekerja keras. (*)
Sumber : Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo