Dewasa ini pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat mendapatkan perhatian oleh pemerintah. Pendidikan yang berkualitas sangat diperjuangkan dewasa ini. Beragam cara ditempuh untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Milyar atau bahkan triliun rupiah dana dikucurkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Salah satu dari beberapa aspek dalam peningkatan mutu pendidikan ini adalah dengan ,meningkatkan kompetensi pengajar dalam hal ini tentu adalah guru. Guru sejatinya yang menjadi ujung tombak bagi peningkatan kualitas pendidikan. Tanpa guru yang berkualitas sudah pasti tidak akan bisa di hasilkan murid yang berkualitas. Rumusnya adalah bahwa jika kita membawa segenggam beras di tangan dengan berjalan kearah sepuluh meter ke depan dengan jumlah sekitar 100 butir beras sudah pasti jika kita letakkan beras tadi ditempatnya semula jumlah beras tadi tidaklah akan sampai seratus. Jika ilmu yang di sampaikan oleh guru tidak banyak karena keterbatasan kompetensi sudah pasti ilmu yang akan di dapatkan anak didik juga tidak banyak jumlahnya. Maka peningkatan mutu guru adalah sesuatu yang mutlak dilakukan.
Salah satu peningkatan mutu guru adalah dengan proses pendidikan dan pelatihan atau yang lazim disebut dengan diklat. Melalui proses diklat, diharapkan guru dapat meningkat kompetensinya. Maka sangat banyak diklat dilaksanakan oleh beragam instansi penyelenggara diklat, baik itu yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun instansi di daerah.
Pada kenyataannya terkadang efektifitas diklat sangat kecil pengaruhnya terhadap peningkatan kompetensi guru. Hal ini bisa di sebabkan oleh beragam aspek. Salah satu aspek tersebut adalah kualitas penyelenggaraan diklat yang sangat rendah. Banyak sekali sekarang ini diklat yang asal-asalan dilaksanakan. Banyak diklat yang dilakukan dengan prinsip asal dana cair. Maka akibatnya semua kegiatan pun dilaksanakan dengan prinsip asal. Dari mulai perencanaan, pemanggilan peserta, pendaftaran, pembukaan, materi dan sampai penutupan semua serba asal-asalan. Hal ini di perparah lagi oleh minimnya kualitas dari sang widyaswara atau instruktur. Dengan materi tidak berkualitas di tambah dengan penyampaian yang tidak menarik, klop lah sudah suatu diklat menjadi diklat asal jadi saja. Yang menjadi korban akhirnya adalah guru dan lembaga.
Maka hendaknya semua pihak harus senantiasa berada pada koridor bahwa semua pekerjaan pada dasarnya adalah ibadah. Apapun pekerjaan pada dasarnya bernilai ibadah manakala kita melaksanakan semua kegiatan dan pekerjaan kita dengan niat ikhlas semata karenaNYA.
Betapa menyedihkannya jika kita bertemu dan berbicara dengan seorang guru yang berada di pedalaman Aceh. Untuk pergi memenuhi panggilan diklat di Jawa sana harus mengeluarkan biaya lebih dari tiga juta rupiah atau bahkan lebih. Untuk mencapai ibu kota provinsi dia harus menempuh perjalanan berjam-jam, karena harus naik kapal menuju kota Banda Aceh, baru kemudian naik pesawat, dan akhirnya di sambung dengan naik bis ke ibukota provinsi letak dimana penyelenggaraan diklat di laksanakan. Bagaimana perasaan kita jika melihat bahwa ternyata mereka tidak mendapatkan hasil (ilmu) yang sepadan dengan pengorbanan yang sudah mereka lakukan.
Setiap dari kita harus berusaha memberikan yang terbaik untuk upaya peningkatan mutu pendidikan di negara kita tercinta ini, karena pendidikan yang berkualitas pada dasarnya yang menikmati itu adalah kita juga karena dengan pendidikan yang berkualitas maka anak didik yang di hasilkan adalah anak didik yang berkualitas yang bisa memberikan sesuatu yang positif untuk Bangsa ini. Yang akan bisa mengelola negara ini dengan lebih baik untuk kesejahteraan yang lebih baik bagi semua rakyatnya di kemudian harinya.