Pada bulan Rabiul Awwal ini kita menyaksikan di belahan dunia islam, kaum muslimin merayakan Maulid, Kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan cara dan adat yang mungkin beraneka ragam dan berbeda-beda. Tetapi tetap pada satu tujuan, yaitu memperingati kelahiran Nabi mereka dan menunjukkan rasa suka cita dan bergembira dengan kelahiran beliau Saw. Tak terkecuali di negara kita Indonesia, di kota maupun di desa masyarakat begitu antusias melakukan perayaan tersebut.
Demikian pemandangan yang kita saksikan setiap datang bulan Rabiul awwal. Sekarang kita sudah berada kembali di bulan “Rabi’ul Awwal”; dan setiap kali datang “Rabi’ul Awwal” umat Islam di banyak belahan bumi ini khususnya kaum muslimin di negeri ini (Indonesia) sibuk dan menyibukkan diri menyambut dan memperingati “Maulid Nabi SAW” dengan berbagai acara dan kegiatan. Dan ini sudah merupakan tradisi tahunan yang seakan-akan tidak boleh dilupakan dan ditinggalkan dengan begitu saja. Sehingga kadang-kadang, walaupun “Rabi’ul Awwal” sudah lama berlalu, di sana-sini masih banyak yang mengadakan ataupun menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi SAW. Tapi untuk apa peringatan tersebut kita selenggarakan ?
Pertama, kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan, terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau, hari Senin. Tidak layak seorang yang berakal bertanya, “Mengapa kalian memperingatinya?” Karena, seolah-olah ia bertanya, “Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?”.
Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian, “Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin”.
Kedua, yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orangorang yang hadir, memuliakan orangorang fakir dan orang-orang yang membutuhkan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai beliau.
Ketiga, berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah sarana terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, para dai dan ulama wajib mengingatkan umat tentang Nabi, baik akhlaqnya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya, maupun ibadahnya, di samping menasihati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid’ah, keburukan, dan fitnah.
Keempat, peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
Sebenarnya banyak diantara kita yang sudah tahu, bahwa tujuan awal peringatan Maulid Nabi SAW yang secara besar-besaran dilakukan oleh Salahuddin al Ayyubi adalah agar kaum muslimin khususnya para prajurit yang ketika itu berlaga di medan perang salib, tetap memiliki semangat juang yang tinggi, meneladani Rasulullah SAW dan para sahabat beliau dalam segala aspek, demi menegakkan kalimat “Laa ila ha illallaah wa Muhammadur-rasulullah” dan tentu saja agar mereka memiliki “akhlaqul kariimah”.
Akan tetapi hal yang demikian itu dalam beberapa kurun waktu terakhir ini (khususnya di negeri kita) “acara tahunan” yang kita namakan sebagai peringatan Maulid Nabi SAW, tampaknya hanya diperingati sebagai tanda (sekedar) ingat kepada Rasul Allah yang bernama Muhammad SAW. Sebab banyak“pendakwah/muballigh” yang menyampaikan materi dalam kegiatan “maulidur-rasul” tersebut, tidak secara sungguh-sungguh berusaha membangkitkan semangat dan jiwa umat untuk benar-benar mencintai dan meneladani Muhammad Rasulullah SAW sebagai “uswatun hasanah” sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT di dalam Kitab-Nya:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang-orang yang senantiasa mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat, dan dia banyak mengingat (dan menyebut nama) Allah.” (Q.S.Al-Ahzab: 21)
Orang yang mengadakan acara untuk memperingati hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, pada hakekatnya untuk memuliakan dan mengungkapkan rasa kecintaannya terhadap Allah dan RasulNya. Maka kesimpulannya adalah bahwa mengadakan peringatan Maulid Nabi dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan Rasulullah adalah termasuk ibadah tegas Bapak Tgk. Yusri Puteh selaku penceramah hari ini.