“Ada banyak cara mengukur prestasi belajar, ujian nasional bukan satu-satunya,” ungkap Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Universitas Paramadina, Mohammad Abduhzen, dalam diskusi Polemik “Ujian Nasional, Ujian bagi Negara”, Sabtu (5/10/2013).
Ia pun mempertanyakan tinjauan manfaat pelaksanaan ujian nasional yang diberikan pemerintah kepada siswa. Menurutnya, sebelum memberikan ujian nasional, seharusnya pemerintah dapat memperhitungkan manfaat pelaksanaan ujian tersebut. Perhitungan manfaat itu, dapat berangkat dari tiga asusmi yaitu teoritis pedagogis, legalitas formal dan asumsi pragmatis.
“Sejauhmana kegunaannya dan bisa dipertanggungjawabkan. Sejauhmana implikasi positif maupun negatifnya,” katanya.
Ia mengatakan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengganti ujian nasional sebagai bahan evaluasi siswa. Pertama, pemerintah harus kembali kepada undang-undang evaluasi hasil belajar siswa yang dilakukan pendidik. Di setiap sekolah, seorang guru seharusnya dapat mengevaluasi dan melakukan ujian perbaikan (remedial) hingga siswa lulus dari mata pelajaran yang diujikan.
Kedua, pemerintah harus memastikan agar setiap guru dapat bekerja sesuai arah dan pedoman yang ditetapkan dalam standar kompetensi kelulusan. Sehingga, ketika seorang siswa mengikuti ujian, guru dapat meluluskan jika siswa tersebut telah memenuhi standar kompetensi yang ditentukan.
“Kemudian, untuk pengukuran dan pemetaan kualitas secara nasional, BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) dapat melakukan ujian nasional secara berkala lima tahun sekali,” katanya. (http://edukasi.kompas.com)