close

Renungan

Renungan

Amal Saleh di Bulan Dzulhijjah

Allah mengaruniakan kepada kita hari-hari yang mulia. Di antaranya 10 hari pertama Dzulhijjah, 10 hari terakhir Ramadhan dan 10 hari pertama Muharram, demikian kata para ulama.

Terkhusus didalam bulan Dzulhijjah bahwa amalan di 10 hari pertama Dzulhijjah hanya bisa ditandingi dengan jihad.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّهُ قَالَ « مَا الْعَمَلُ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ أَفْضَلَ مِنَ الْعَمَلِ فِى هَذِهِ » . قَالُوا وَلاَ الْجِهَادُ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَىْءٍ »

Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda, “Tidak ada amalan yang lebih mulia dari amalan yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” Para sahabat berkata, “Tidak pula bisa ditandingi dengan jihad?” “Walaupun dengan jihad. Kecuali jika seseorang keluar berjihad lalu sesuatu membahayakan diri dan hartanya lantas ia kembali dalam keadaan tidak membawa apa pun”, jawab beliau (HR. Bukhari no. 969).

Berikut beberapa amalan yang dapat dilakukan dibulan Dzulhijjah

1. Memperbanyak Dzikir

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan” (QS. Al Hajj: 28).

‘Ayyam ma’lumaat’ menurut salah satu penafsiran adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Pendapat ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama di antaranya Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Al Hasan Al Bashri, ‘Atho’, Mujahid, ‘Ikrimah, Qotadah dan An Nakho’i, termasuk pula pendapat Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad (pendapat yang masyhur dari beliau). Lihat perkataan Ibnu Rajab Al Hambali dalam Lathoif Al Ma’arif, hal. 462 dan 471.

Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan,

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا . وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ .

Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah. (Dikeluarkan oleh Bukhari tanpa sanad (mu’allaq), pada Bab “Keutamaan beramal di hari tasyriq”)

Takbir yang dimaksudkan dalam penjelasan di atas adalah sifatnya muthlaq, artinya tidak dikaitkan pada waktu dan tempat tertentu. Jadi boleh dilakukan di pasar, masjid, dan saat berjalan. Takbir tersebut dilakukan dengan mengeraskan suara khusus bagi laki-laki.

Sedangkan ada juga takbir yang sifatnya muqoyyad, artinya dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu dilakukan setelah shalat wajib berjama’ah.

Takbir muqoyyad bagi orang yang tidak berhaji dilakukan mulai dari shalat Shubuh pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah) hingga waktu ‘Ashar pada hari tasyriq yang terakhir. Adapun bagi orang yang berhaji dimulai dari shalat Zhuhur hari Nahr (10 Dzulhijah) hingga hari tasyriq yang terakhir.

Cara bertakbir adalah dengan ucapan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

2. Berpuasa diawal Dzulhijjah

Yang lebih utama dari sepuluh pertama Dzulhijjah adalah puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah disesuaikan dengan hilal di negeri masing-masing tidak mesti sesuai dengan wukuf di Arafah (sebagaimana keterangan dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin di sini). Begitu pula dianjurkan melakukan puasa sunnah sejak awal Dzulhijjah, yaitu 1 – 9 Dzulhijjah.

Dalil yang mendukung anjuran puasa di 10 hari pertama Dzulhijjah adalah hadits dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْر.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya (hijriyah), …” (HR. Abu Daud no. 2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah ‘Abdullah bin ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 461)

3. Puasa Arafah

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim, no. 1162)

Hadits ini menunjukkan keutamaan dari puasa Arafah, dan besarnya pahala puasa tersebut pada sisi Allah karena disebutkan pahalanya adalah menghapuskan dosa dua tahun.

Puasa Arafah diperintahkan kepada orang yang tidak berhaji sedangkan orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melakukan puasa ini, bahkan yang sesuai sunnah mereka (jamaah haji) tidak berpuasa Arafah karena mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dosa yang terampuni adalah dosa kecil (ash-shaghair). Adapun dosa besar (al-kabair) seperti zina, maka riba, sihir, dan lainnya mesti dengan taubat untuk menghapusnya, tidak cukup dengan melakukan amalan saleh semata. Demikian pendapat dari jumhur atau kebanyakan ulama. Namun Syaikhu Islam Ibnu Taimiyah masih berpendapat pengampunan dosa di sini adalah dosa kecil dan dosa besar, sebagaimana bahasan beliau dalam Majmu’ah Al-Fatawa, 7:489.

4. Berqurban

Sebuah ayat yang menjadi pertanda disyari’atkannya ibadah qurban adalah firman Allah Ta’ala,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2)

Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.

Penyembelihan qurban ketika hari raya Idul Adha disebut dengan al udh-hiyah, sesuai dengan waktu pelaksanaan ibadah tersebut. Sehingga makna al udh-hiyyah menurut istilah syar’i adalah hewan yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala, dilaksanakan pada hari an-nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat tertentu.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa menyembelih qurban adalah sunnah mu’akkad. Pendapat ini dianut oleh ulama Syafi’iyyah, ulama Hambali, pendapat yang paling kuat dari Imam Malik, dan salah satu pendapat dari Abu Yusuf (murid Abu Hanifah).

Di antara dalil mayoritas ulama adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

“Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya.”

Yang dimaksud di sini adalah dilarang memotong rambut dan kuku shohibul qurban itu sendiri.

5. Menunaikan Haji

Amalan yang utama di bulan Dzulhijjah ini adalah haji. Untuk para wanita, berhaji itu lebih afdhol daripada berjihad. Apalagi jika hajinya adalah haji mabrur, itu bahkan bisa mengalahkan jihad. Demikian penjelasan Ibnu Rajab dalam Lathoif Al Ma’arif (hal. 463-464).

Dari ‘Aisyah -ummul Mukminin- radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ : لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ

“Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?” “Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1520)

https://rumaysho.com/22149-kumpulan-amalan-ringan-33-beramal-saleh-pada-awal-dzulhijjah.html
https://rumaysho.com/21097-khutbah-jumat-keutamaan-puasa-arafah-dan-faedah-haditsnya.html
https://rumaysho.com/11885-rincian-amalan-di-awal-dzulhijjah.html
https://rumaysho.com/8990-pelajaran-ibadah-qurban-haji.html
https://rumaysho.com/2887-haji-puasa-dan-dzikir-di-10-hari-pertama-dzulhijjah.html
https://rumaysho.com/631-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html

read more
Renungan

Enam Pembatal Puasa

Apa saja yang termasuk pembatal puasa? Berikut adalah rincian enam pembatal puasa sebagai pelengkap dari artikel pembatal puasa. Semoga bermanfaat.

1. Makan dan minum dengan sengaja.
Hal ini merupakan pembatal puasa berdasarkan kesepakatan para ulama[1]. Makan dan minum yang dimaksudkan adalah dengan memasukkan apa saja ke dalam tubuh melalui mulut, baik yang dimasukkan adalah sesuatu yang bermanfaat (seperti roti dan makanan lainnya), sesuatu yang membahayakan atau diharamkan (seperti khomr dan rokok[2]), atau sesuatu yang tidak ada nilai manfaat atau bahaya (seperti potongan kayu)[3]. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).

Jika orang yang berpuasa lupa, keliru, atau dipaksa, puasanya tidaklah batal. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نَسِىَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

“Apabila seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, hendaklah dia tetap menyempurnakan puasanya karena Allah telah memberi dia makan dan minum.”[4]

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

“Sesungguhnya Allah menghilangkan dari umatku dosa karena keliru, lupa, atau dipaksa.”[5]

Yang juga termasuk makan dan minum adalah injeksi makanan melalui infus. Jika seseorang diinfus dalam keadaan puasa, batallah puasanya karena injeksi semacam ini dihukumi sama dengan makan dan minum.[6]

Siapa saja yang batal puasanya karena makan dan minum dengan sengaja, maka ia punya kewajiban mengqodho’ puasanya, tanpa ada kafaroh. Inilah pendapat mayoritas ulama.[7]

2. Muntah dengan sengaja.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ

“Barangsiapa yang dipaksa muntah sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qodho’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qodho’.”[8]

3. Haidh dan nifas.
Apabila seorang wanita mengalami haidh atau nifas di tengah-tengah berpuasa baik di awal atau akhir hari puasa, puasanya batal. Apabila dia tetap berpuasa, puasanya tidaklah sah. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Keluarnya darah haidh dan nifas membatalkan puasa berdasarkan kesepakatan para ulama.”[9]

Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ » . قُلْنَ بَلَى . قَالَ « فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا »

“Bukankah kalau wanita tersebut haidh, dia tidak shalat dan juga tidak menunaikan puasa?” Para wanita menjawab, “Betul.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah kekurangan agama wanita.”[10]

Jika wanita haidh dan nifas tidak berpuasa, ia harus mengqodho’ puasanya di hari lainnya. Berdasarkan perkataan ‘Aisyah, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.”[11] Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haidh dan nifas wajib mengqodho’ puasanya ketika ia suci.[12]

4. Keluarnya mani dengan sengaja.
Artinya mani tersebut dikeluarkan dengan sengaja tanpa hubungan jima’ seperti mengeluarkan mani dengan tangan, dengan cara menggesek-gesek kemaluannya pada perut atau paha, dengan cara disentuh atau dicium. Hal ini menyebabkan puasanya batal dan wajib mengqodho’, tanpa menunaikan kafaroh. Inilah pendapat ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى

“(Allah Ta’ala berfirman): ketika berpuasa ia meninggalkan makan, minum dan syahwat karena-Ku”[13]. Mengeluarkan mani dengan sengaja termasuk syahwat, sehingga termasuk pembatal puasa sebagaimana makan dan minum.[14]

Jika seseorang mencium istri dan keluar mani, puasanya batal. Namun jika tidak keluar mani, puasanya tidak batal. Adapun jika sekali memandang istri, lalu keluar mani, puasanya tidak batal. Sedangkan jika sampai berulang kali memandangnya lalu keluar mani, maka puasanya batal.[15]

Lalu bagaimana jika sekedar membayangkan atau berkhayal (berfantasi) lalu keluar mani? Jawabnya, puasanya tidak batal.[16] Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا ، مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ

“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku apa yang terbayang dalam hati mereka, selama tidak melakukan atau pun mengungkapnya”[17]

5. Berniat membatalkan puasa.
Jika seseorang berniat membatalkan puasa sedangkan ia dalam keadaan berpuasa. Jika telah bertekad bulat dengan sengaja untuk membatalkan puasa dan dalam keadaan ingat sedang berpuasa, maka puasanya batal, walaupun ketika itu ia tidak makan dan minum. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang ia niatkan.”[18] Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa berniat membatalkan puasa sedangkan ia dalam keadaan berpuasa, maka puasanya batal.”[19] Ketika puasa batal dalam keadaan seperti ini, maka ia harus mengqodho’ puasanya di hari lainnya.[20]

6. Jima’ (bersetubuh) di siang hari.
Berjima’ dengan pasangan di siang hari bulan Ramadhan membatalkan puasa, wajib mengqodho’ dan menunaikan kafaroh. Namun hal ini berlaku jika memenuhi dua syarat: (1) yang melakukan adalah orang yang dikenai kewajiban untuk berpuasa, dan (2) bukan termasuk orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. Jika seseorang termasuk orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa seperti orang yang sakit dan sebenarnya ia berat untuk berpuasa namun tetap nekad berpuasa, lalu ia menyetubuhi istrinya di siang hari, maka ia hanya punya kewajiban qodho’ dan tidak ada kafaroh.[21]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »

“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.”[22]

Menurut mayoritas ulama, jima’ (hubungan badan dengan bertemunya dua kemaluan dan tenggelamnya ujung kemaluan di kemaluan atau dubur) bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadhan (di waktu berpuasa) dengan sengaja dan atas kehendak sendiri (bukan paksaan), mengakibatkan puasanya batal, wajib menunaikan qodho’, ditambah dengan menunaikan kafaroh. Terserah ketika itu keluar mani ataukah tidak. Wanita yang diajak hubungan jima’ oleh pasangannya (tanpa dipaksa), puasanya pun batal, tanpa ada perselisihan di antara para ulama mengenai hal ini. Namun yang nanti jadi perbedaan antara laki-laki dan perempuan apakah keduanya sama-sama dikenai kafaroh.

Pendapat yang tepat adalah pendapat yang dipilih oleh ulama Syafi’iyah dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, bahwa wanita yang diajak bersetubuh di bulan Ramadhan tidak punya kewajiban kafaroh, yang menanggung kafaroh adalah si pria. Alasannya, dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintah wanita yang bersetubuh di siang hari untuk membayar kafaroh sebagaimana suaminya. Hal ini menunjukkan bahwa seandainya wanita memiliki kewajiban kafaroh, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu akan mewajibkannya dan tidak mendiamkannya. Selain itu, kafaroh adalah hak harta. Oleh karena itu, kafaroh dibebankan pada laki-laki sebagaimana mahar.[23]

Kafaroh yang harus dikeluarkan adalah dengan urutan sebagai berikut.

  1. Membebaskan seorang budak mukmin yang bebas dari cacat.
  2. Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.
  3. Jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin. Setiap orang miskin mendapatkan satu mud[24] makanan.[25]

Jika orang yang melakukan jima’ di siang hari bulan Ramadhan tidak mampu melaksanakan kafaroh di atas, kafaroh tersebut tidaklah gugur, namun tetap wajib baginya sampai dia mampu. Hal ini diqiyaskan (dianalogikan) dengan bentuk utang-piutang dan hak-hak yang lain. Demikian keterangan dari An Nawawi rahimahullah.[26]

Semoga sajian ini bermanfaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Cuplikan dari Buku Panduan Ramadhan

=======================================
[1] Lihat Bidayatul Mujtahid, hal. 267.

[2] Merokok termasuk pembatal puasa. Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin di Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin, Bab Ash Shiyam, 17/148.

[3] Lihat Syarhul Mumthi’, 3/47-48.

[4] HR. Bukhari no. 1933 dan Muslim no. 1155.

[5] HR. Ibnu Majah no. 2045. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[6] Lihat Shifat Shoum Nabi, hal. 72

[7] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/105.

[8] HR. Abu Daud no. 2380. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[9] Majmu’ Al Fatawa, 25/266.

[10] HR. Bukhari no. 304.

[11] HR. Muslim no. 335.

[12] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9917.

[13] HR. Bukhari no. 1894.

[14] Lihat Syarhul Mumthi’, 3/52.

[15] Lihat Syarhul Mumthi’, 3/53-54.

[16] Lihat Syarhul Mumthi’, 3/54.

[17] HR. Bukhari no. 5269 dan Muslim no. 127, dari Abu Hurairah.

[18] HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari Umar bin Al Khottob.

[19] Al Muhalla, 6/174.

[20] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/106.

[21] Lihat Syarhul Mumthi’, 3/68.

[22] HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111.

[23] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah 2/9957 dan Shohih Fiqih Sunnah, 2/108 .

[24] Satu mud sama dengan ¼ sho’. Satu sho’ kira-kira sama dengan 3 kg. Sehingga satu mud kurang lebih 0,75 kg.

[25] Untuk ukuran makanan di sini sebenarnya tidak ada aturan baku. Jika sekedar memberi makan, sudah dianggap menunaikannya. Lihat pembahasan pembayaran fidyah dalam bab selanjutnya.

[26] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/224.

Sumber https://rumaysho.com/1169-6-pembatal-puasa.html

read more
Renungan

Penjilat, Bertaubatlah !!!

Manusia sebagaimana kodratnya memiliki hati yang baik, tetapi seiring kehidupan dan kondisi sekitarnya, akhlak mereka terpengaruhi oleh contoh-contoh buruk yang malah diikuti hingga menjadi kebiasaan yang bisa mencelakai diri sendiri.

Saat ini juga manusia sangat mudah terpancing emosi bahkan cenderung mementingkan egonya, daripada melihat kebaikan yang telah dia dapatkan.

Namun terkadang, dalam lingkungan sosial kerap juga dijumpai seseorang yang memiliki sikap penjilat, alih-alih bersikap ramah namun ternyata memiliki maksud atau tujuan licik dibelakangnya.

Tentunya hal tersebut sangat bertentangan dengan ajaran Islam atau sebagaimana Rasulullah SAW selalu memberikan contoh perilaku akhlakul karimah pada umatnya.

Tidak semua lembaga bisa memberikan lingkungan kerja yang sehat. Karena balik lagi ke orang-orangnya. Kalau banyak diisi tipe orang toksik, tempat kerja jadi tidak nyaman. Toksik merupakan seseorang yang secara teratur menampilkan tindakan dan perilaku yang menyakiti orang lain, yang berdampak negatif bagi kehidupan mereka

Salah satu tipe orang toksik yang bikin orang sekantor jadi benci, adalah tipe penjilat atasan. Berikut ini ciri-cirinya yang perlu diketahui

1. Apa-apa, selalu minta persetujuan atasan
Tidak ada salahnya ketika kamu meminta persetujuan atasan saat akan melakukan sesuatu. Apalagi jika hal itu berdampak besar terhadap perusahaan.

Yang jadi salah, kalau tiap hal itu selalu datang ke atasan. Padahal harusnya, permasalahan itu teramat sepele dan bisa dilakukan dengan inisiatif sendiri. Sikap seperti ini, bisa membuat kamu dicap penjilat karena cari perhatian pada atasan.

2. Tidak suka saat atasan memberi perhatian ke rekan kerja yang lain

Boleh jadi disebabkan saking seringnya kamu mencari muka, sampai-sampai kamu merasa kalau perhatian atasan hanyalah untukmu saja. Sehingga, ketika atasan memberi perhatian pada rekan kerja lain, meskipun hal itu dalam kerangka profesionalitas, kamu jadi tidak suka. Kasian ya…

3. Mengambil ide orang lain

Demi dibilang pintar, inovatif, inisiatif, atau orang teladan, kamu jadi melakukan segala cara untuk mengambil hati atasan. Salah satunya dengan mengambil ide orang lain. Yang punya ide siapa, tapi kamu yang mengakuinya.

4. Menuruti segala kemauan atasan meski kurang tepat

Atasan tetaplah manusia. Jadi, pasti punya kekurangan. Sebagai seorang bawahan yang benar, harusnya bisa beri masukan. Bukan malah selalu mengiyakan, padahal nyatanya malah berujung kerugian. Giliran rugi, semua yang disalahkan.

5. Menjelek-jelekkan rekan lain di depan atasan

Ciri penjilat yang paling kentara adalah tukang ngadu. Kesalahan sepele yang harusnya nggak perlu sampai ke telinga atasan, selalu diberi tahu. Tujuannya apa lagi, supaya bisa jadi anak emas dan terlihat bagus. Padahal, sikap seperti itu malah menjelek-jelekkan dirinya sendiri.

Bila ada tanda-tanda di atas pada dirimu, cepatlah sadar, karena kariermu tidak akan bertahan lama jika sifat menjilat ini kamu pertahankan. Meski kamu berhasil meraih posisi puncak, akan ada masanya, caramu yang licik itu bakal ketahuan. Karena meraihnya bukan dasar prestasi, melainkan dengan cara menjilat.

*diolah dari berbagai sumber

read more
Renungan

SELAMAT JALAN KAWAN


Kepada Alm. Muhammad Zaki
sang pahlawan Aceh di Papua

Karya : Muklis Puna

Terasa sesak dada ini,
Rongga – rongga gelap dan pengab
Ketika angin timur berbisik tentang kepergianmu
Masih terngiang menghias jiwa
Saat pucuk senja dicumbu rembulan
Kau datang membawa kisah
Papua adalah pilihan pengabdian

Di sana…
Di pucuk gunung nan ranum
Diapit dua musim yang menantang
Kau semai bibit iilmu di atas tanah gembur
Bocah- bocah tak berseragam Kau papah tanpa harap
Dari lereng Intan Jaya nan Cadas
Kau buka tabir kehidupan

Setelah sepuluh purnama engkau melabuh ilmu
Datang padaku dengan cerita pilu
Tentang kaki – kaki mungil dibalut lumpur
tentang murid diambang usia
tentang budaya berbeda masa
tentang pola makan berbeda rasa

Aku mengurut dada
Konsep – konsep diselingkuhi suhu udara
Kulihat ada matahari menyalak di dadamu
Adalah bintang kecil di antara galaksi
Walau kecil tapi nyalimu tak pernah ciut

Dari ujung ke ujung kau menebar rasa
Suaramu kadang dibajak
Jerihmu tak seberapa
Statusmu mengambang
Kaki kecil mu telah membuka mata ibu pertiwi
Mengabdi di gelapan menyalakan lilin keabadian

Kawan…
Kini hanya cerita bercampur lara
Kau pergi untuk selamanya
Menuai asa yang telah kau tanam

Selamat jalan kawan
Tidurlah dengan tenang,
Walau Papua itu di ujung
Lewat doa kau kukunjung
Kubungkus dalam angin

Di puncak Jaya Wijaya yang beku
Akan dihembus malaikat pembawa rahmat.

Lhokseumawe, 30 Juni 2020

read more
Renungan

Abu Manan, Jadi Pembicara Pada Acara Maulid di SMAN 1 Nurussalam


Perayaan maulid Nabi Muhammad SAW di SMAN 1 Nurussalam yang dilaksanakan hari ini (kamis 06/02/2020) berlangsung khidmat.

Ketua Panitia, Drs.Teuku Anwar menyampaikan bahwa, perayaan maulid Nabi kali ini disajikan dalam bentuk Talkshow. Tamu undangan tidak hanya mendengarkan ceramah, namun tamu diberikan sesi untuk bertanya pada Abu terkait dengan Tema yang diangkat hari ini.

Adapun tema yang kita usung hari ini adalah “Pembinaan Karakter diEra Digital, -Tantangan Narkoba dan Pornografi-“. Dan yang menjadi peserta merupakan tamu undangan dari unsur Muspika Nurussalam, Unsur Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Aceh Timur, dan Wali siswa juga seluruh siswa SMAN 1 Nurussalam.

Pada kesempatan yang sama, Syahrumadhan, S.Pd.I, M.Psi selaku kepala sekolah SMAN 1 Nurussalam mengakatan suksesnya acara perayaan maulid Nabi hari ini merupakan berkat usaha dan dukungan seluruh dewan guru juga masyarakat sekitar. Lebih lanjut Syarumadhan menyampaikan bahwa kegiatan perayaan maulid dengan diisi oleh Abu Manan sebagai penceramah adalah sesuatu yang sangat tepat, kita sama sama mengenal sosok beliau. Dan tema yang kita usung menjadi hal yang sangat penting dimana zaman yang kita jalani sekarang sangat banyak tantangannya.

Semoga dengan hadirnya Abu Manan ditengah tengah kita, menjadi mantap kita untuk sama sama membentengi iman kita dari pengaruh pengaruh zaman yang tidak baik.

Tampak seluruh undangan sangat antusias mengikuti kegiatan, terlebih saat sesi tanya jawab. Sampai panitia harus membatasi pertanyaan dengan menyeleksi pertanyaan yang hampir serupa tidak dibacakan. Setelah selesai sesi tanya jawab dan pembacaan do’a oleh Abu Manan. Diakhiri dengan Santunan anak yatim dan makan kenduri.

read more
Berita TerkiniRenungan

HARI-HARI SUPER ISTIMEWA DALAM ISLAM PART 1

Jaringanpelajaraceh.com-Islam telah memiliki banyak hari istimewa bagi umatnya yang seharusnya membuat kita bahagia dan bangga, yang selayaknya kita nantikan kedatangannya karena di dalamnya memiliki banyak keutamaan yang tidak dimiliki hari-hari lainnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita semua…

Berikut ini adalah hari-hari istimewa yang ada dalam Islam, dan cukuplah kita dengan hari-hari istimewa milik kita sendiri.

  1. Hari Senin dan Kamis

Apa saja keistimewaannya?

Hari diperiksanya amal manusia

Dari Abu Hurairah Radhilallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تُعْرَضُ أَعْمَالُ النَّاسِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّتَيْنِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ

Diperiksa amal-amal manusia pada setiap Jumat (baca: setiap pekan) sebanyak dua kali; hari senin dan hari kamis. (HR.  Muslim No. 2565)

Hari dianjurkannya puasa

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya: bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Amal-amal manusia diperiksa setiap hari Senin dan Kamis, maka saya suka ketika amal saya diperiksa saat saya sedang berpuasa. (HR. At Tirmidzi No. 747, katanya: hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 747)

 

Hari dibukanya pintu-pintu surga dan diampunkannya hamba

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

“Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, maka saat itu akan diampuni semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang antara dirinya dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan: ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai.” (HR. Muslim No. 2565, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 411, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 6626)

Senin adalah hari lahir, hari wafat, dan hari diutusnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menerima wahyu pertama

Dari Abu Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ

Nabi ditanya tentang hari senin. Beliau menjawab: “Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus menjadi rasul, atau diturunkan kepadaku (wahyu).” (HR. Muslim No. 1162)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa dia ditanya:

أَيِّ يَوْمٍ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ

Hari apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat? Beliau menjawab: “Hari senin.”(HR. Bukhari No. 1387)

Kamis adalah hari yang nabi sukai untuk bepergian

Dari Ka’ab bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:

ان رسول الله صلى الله عليه و سلم كان إذا أراد أن يسافر لم يسافر الا يوم الخميس

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika hendak safar, Beliau tidak bersafar melainkan pada hari kamis.(HR. Ahmad No. 27178. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 27178)

Kamis adalah hari disebarkannya Ad Dawwab (hewan)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ

Allah membanyakkan Ad Dawwab di bumi pada hari Kamis.(HR. Muslim No. 2789)



Sumber: dakwatuna.com

read more
Renungan

Mensyukuri Nikmat Usia Yang Allah berikan.

Jaringanpelajaraceh.com-Rahasia usia, ajal, maut, rezeki, tanah kubur, jodoh, pertemuan, perpisahan dan saat kematian tidak diketahui manusia, semuanya rahasia Allah Swt. Usia suatu nikmat, aset, modal yang berharga tiadatara, maka yang masih diberi usia sampai 2018 ini, perlu bersyukur, menilai, ber-tafakkur, ber-istighfar, jangan kufur dan takabur, perlu memuji Allah Swt sebanyak-banyaknya.

Bukan semua orang bertuah diberi peluang usia hingga masih bisa bernafas sampai sekarang. Banyak sahabat dan saudara kita yang telah dijemput Allah Swt ke alam barzakh. Umur dominan umat Nabi Muhammad saw pendek, sebagaimana sabda beliau, “Umur umatku dari 60 hingga 70 tahun.” Bukan seperti umur Nabi Adam as 1.000 tahun, Nabi Nuh as 950 tahun. Walaupun panjang umur, akhirnya para Nabi wafat juga.

Dalam suatu pendapat dikatakan potensi nikmat usia produktif manusia 20 tahun saja. Jika usia 60 tahun, masa kanak-kanak sebanyak 15 tahun, masa untuk tidur 20 tahun jika tidur 8 jam sehari, masa untuk makan, buang hajat, melancong, istirahat dan duduk di warung kopi menghabiskan masa 5-7 tahun.

Dari jangkaan itu telah menghabiskan usia 42 tahun. Apakah dalam usia produktif itu kuat beribadah atau dalam usia yang tersisa 18 tahun betul-betul digunakan untuk beribadah kepada Allah Swt? Usia tidak harus panjang, tetapi potensi itu digunakan pada tempat kebaikan, penuh amal sejak akil-baligh. Apa guna umur panjang, kalau bergelimang dengan noda dan dosa?

Berapa lama tempo usia kita miliki dan dapat nikmati, tentunya kita tidak tahu, bila-bila saja ajal datang usia melayang. Umur dari muda menjadi tua, sebagaimana firman Allah Swt, “Kemudian kamu akan menjadi tua dan sebagian dari kamu akan dimatikan sebelum itu supaya kamu sampai kepada waktu yang ditentukan, moga-moga kamu mengerti.” (QS. al-Mukmin: 67).

Tempo hayat kita terlalu singkat, ada yang dimatikan sebelum tua dan jika ‘talian hayat’ putus, maka putuslah semua amalannya, sebagaimana sabda Nabi saw, “Jika mati anak Adam terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang berdoa kepada ibu bapaknya.” (HR. Muslim).

Jangan sia-siakan usia
Dalam prinsip Islam, tidak ada masa sia-sia dan nikmat usia yang terbuang begitu saja, semuanya ada manfaat untuk kebaikan kalau tahu menggunakan masa usia yang ada. Islam memberi inspirasi dan motivasi berguna untuk membawa pulangan, hasil yang baik setiap masa usia maka jangan membazirkan usia. Lalai, menyia-nyiakan dan tidak serius menggunakan usia suatu penyesalan dan kerugian, karena kelemahan iman yang merugikan usia terbuang begitu saja. Usia yang diberikan Allah Swt di dunia sekali saja. Begitu singkat dan yang sekali itu harus berkualitas, terbaik dalam beribadah, produktif dalam bekerja, terbaik berhubungan dengan Allah swt dan manusia.

Hakikat dunia sementara, hakikat akhirat yang kekal abadi maka hidup di dunia menuju mati, bercerai dengan dunia yang harus bersiap sedia menghadapi sakratut maut. Kehidupan di dunia suatu ketetapan yang berakhir dengan kematian, tidak ada orang yang terus hidup tidak akan mati dan semuanya menemui mati, proses alami, sebagaimana firman-Nya, “Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185). Orang yang masih hidup biasanya memprediksi usia masih lama lagi, tiba-tiba datang kematian, tiada siapa yang tau ajal datang, tidak diduga nyawa telah melayang dan tidak terbayang sebelumnya.

Banyak orang mati tiba-tiba, ada yang masih bayi, remaja, pemuda dan orang tua, mati diserang penyakit, mati di jalan raya, ditimpa bencana dan mati di mana saja, bermacam-macam sebab mati, tetapi mati itu hanya sekali maka harus ada persiapan menuju mati yang tepat pada waktunya. Allah Swt berfirman, “Apabila telah tiba waktu ajal yang ditentukan bagi mereka, tidaklah bagi mereka dapat mengundurkannya barang sesaat dan tidak pula mendahulukannya.” (QS. An Nahl: 61).

Kematian dari dunia tetap terjadi, tiada kompromi, perlu persiapan bekalan amalan bila ajal datang siang atau malam. Ada pemeriksaan dan penentuan di alam barzakh. Nabi saw bersabda, “Kubur itu boleh menjadi sebagai taman surga dan boleh menjadi sebagai lobang neraka.” (HR. Tirmizi). Terkait kematian, Saidina Ali ra berkata, “Dunia pasti ditinggalkan pergi, sedangkan akhirat sudah siap sedia menanti.” Katanya lagi, “Kematian terus mendekati kita.”

Kematian datang menjemput, tanpa diundang. Malaikat maut datang merebut nyawa, karena ajal telah tiba. Kita harus bersiap sedia menghadapi kematian, memperbaiki, menilai diri dalam beribadah dan perlu bertaubat sampai ke ujung nyawa. Betapa besar nikmat usia yang masih ada dengan masa dan waktu yang dimiliki membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bertaubat, berzikir sebanyak-banyaknya dan beribadah sepuas-puasnya dibandingkan dengan orang yang telah mati. Jika ada amal yang baik membawa ke syurga dan dosa membawa ke neraka dan sesuai dengan amal semasa masih ada usia.

Nilai nikmat usia yang masih ada, jangan sia-siakan selama masih di dunia, karena dunia sebagai tempat penentuan yang menjadi baik atau buruk nasib seseorang setelah mati dan kita akan ditransitkan sementara di kubur menuju akhirat. Hati-hati dan waspada dengan tipu daya dunia mau ke syurga atau ke neraka. Pilih yang mana Anda suka ke syurga atau ke neraka. Manusia hidup di dunia menuju mati maka harus bersedia sejak dari awal lagi, tidak ada istilah terlambat dalam beribadah dan bertaubat.

Dunia ini ada suka, duka, palsu, dusta dan derita nestapa, maka kita sebagai umat Islam jangan lalai dengan tipu daya dunia. Hidup dunia hanya sementera, maka hidup yang sementara itu harus bermertabat, berdedikasi dan kuat beribadah. Kehidupan yang abadi setelah mati, maka hidup di akhirat harus lebih berkualitas, berkedudukan tinggi di negeri yang kekal baka dan abadi. Banyak orang tertipu, terpedaya dan terpesona dengan bujuk-rayu keindahan dunia. Lalai karena banyak harta, hidup mewah, kekayaan melimpah, berpangkat tinggi, isteri cantik jelita, rumah mewah dan mobil mahal, maka sebab kekayaan dan kehebatan dunia bisa saja terjerumus manusia ke neraka.

Dunia penuh pancaroba, pengaruh zaman modern, zaman teknologi, zaman “alam maya” yang penuh kenikmatan, kebaikan, penuh percobaan, banyak juga kejahatan dan tantangan. Semua keperluan tersedia begitu pantas, cepat sesuai selera dan hawa nafsu maka dunia mengelirukan, cukup mempersona maka lupa usia sudah tua, telah senja dan hampir tutup usia. Dunia pancaroba, penuh gejolak, tidak tahu pilih yang mana, terjebak dengan kemewahan, keuntungan dan tergiur keindahan duniawi.

Pengaruh dunia semakin merebak, seperti penyakit kronis sukar disembuhkan, terpengaruh dengan cara, kondisi, situasi dunia modern yang berkembang pesat dan yang sesat. Orang banyak duit, punya kuasa, kurang beriman, tanpa ibadah, terbuka ruang luas, terpengaruh dunia pancaroba yang mendatangkan banyak dosa dan lupa persiapan akhirat.

Dunia hanya sementara
Dunia tidak kekal, tertipu dengan kehebatan dunia yang sementara, hanya bayangan palsu dan dusta yang direka antara hawa nafsu dan kelezatan. Dunia sebagai panggung sendiwara dan pentas lakonan, di mana banyak manusia lalai, terpesona, dan bahkan sangat mencintainya. Dunia hanya permainan, perhiasan dengan berbagai gaya, adegan, model, pola pertujukan yang dipamerkan dengan berbagai aktivitas dan perkerjaan yang menggiurkan.

Dunia sangat sibuk, hiruk pikuk, masalah selalu datang bergantian, urusan tak habis-habis bertandang, semua akan habis dan selesai setelah mati. Usia yang diberikan di dunia kurnia Ilahi untuk dinikmati dan disyukuri. Tidak salah mengejar cinta dunia tetapi jangan lupa mencintai Pencipta, cinta ke syurga, bukan ke neraka.

Dunia hanya fatamorgana yang indah permai, dilihat dari jauh dunia amat cantik, sangat menarik dan cukup mempersona, padahal ia fartamorgana yang disangka air di padang pasir. Apabila didekati hanya simbol dan pantulan cahaya atas pasir, maka hampalah para musafir yang kehausan mencari air. Kebanyakan orang sibuk mengejar fartamorgana yang hanya bayangan, kesenangan sementara, tak pernah puas, tidak cukup, mereka sibuk dengan keadaan dan suasana dunia yang menghabiskan usia.

Usia manusia itu berperingkat dan bervariasi, ketika usia bayi manusia lemah, usia muda dan dewasa kuat setelah tua lemah kembali, maka hidup seperti baterai telepon yang tenaganya terus berkurang dan lemah jika digunakan setiap hari, walaupun di-charge kalau baterai sudah soak, tenaganya tetap habis. Allah Swt berfirman, “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, (bayi) kemudian dia menjadikan kamu sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, (dewasa) kemudian dia yang menjadikan kamu sesudah kuat lemah kembali (tua) dan beruban. Dia yang menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. ar-Rum: 54).

Semakin bertambah usia makin dekat dengan mati, maka orang yang sudah berusia 65-75 tahun sering sakit, banyak penyakit, tidak ada dokter yang mampu mengobati secara intensif supaya sehat seperti sediakala karena usia sudah pendek, ajal telah dekat. Obatnya hanya menunggu mati. Setelah mati akan diperiksa dan disoal siasat. Nabi saw bersabda, “Tidak akan terganjak kaki hamba Allah di akhirat dari disoal, tentang umurnya bagaimana dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa dipergunakan, tentang ilmunya sejauhmana ia beramal dan tentang hartanya dari mana ia peroleh serta untuk apa dibelanjakannya.” (HR. Tirmizi).

Menilai semula dan bersyukurlah dengan nikmat usia yang masih kita miliki supaya dapat melakukan perubahan, menguatkan keimanan, meningkatkan amal saleh, menyesali dosa-dosa yang kita lakukan, segera bertaubat, meminta ampun, berzikir, berfikir tentang sisa usia untuk melakukan kebaikan dan menjauhi segala yang haram. Membetulkan niat, bersyukur, merendahkan diri, menilai nikmat usia, peluang, masa, kesehatan, dan kekayaan yang kita miliki. Apakah semua itu dapat mendekatkan diri dengan Allah Swt sampai tutup usia atau lebih jauh dengan-Nya? Wallahu a’lam.

* Dr. Razali Muhammad Ali, MA., alumnus UIN Ar-Raniry dan S3 Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, saat ini tinggal di Selangor, Malaysia. Email: razali.muhammad@yahoo.com

read more
Berita TerkiniRenungan

Waktu Berharga manfaatkan waktu sebaik mungkin

jaringanpelajaraceh.com-Barangsiapa yang shalat Isya berjamaah, maka seakan-akan dia telah shalat setengah malam. Dan barang siapa shalat Subuh berjamaah, maka seakan-akan dia telah melaksanakan Shalat malam satu malam penuh” (HR. Muslim).

Sungguh beruntung orang-orang yang mampu memanfaatkan waktunya untuk melakukan hal-hal yang berharga. Namun tentunya cara orang menilai waktunya berharga berbeda-beda. Sebahagian orang menilai waktunya berharga bila mampu menghasilkan uang banyak, sebahagian yang lain meyakininya berharga bila mampu memanfaatkannya untuk beribadah dan berbuat kebaikan lainnya.

Kiranya cara pandang pertama tidak seluruhnya salah, karena siapapun membutuhkan uang dan harta dalam hidup di dunia ini. Harta juga bisa digunakan untuk melaksanakan ibadah. Namun yang dilarang bila mengutamakan harta dengan menghalalkan segala cara. Cara pandang kedua sangatlah tepat, terutama bagi orang-orang beriman. Diingatkan bahwa bila mengharapkan akhirat, akan mendapatkan kedua-duanya: dunia dan akhirat. Sedangkan bila mengharapkan dunia saja (seperti harta), hanya akan mendapatkan satu, yaitu dunia saja.

Bila secara rutin mampu melaksanakan shalat berjamaah, misalnya, dijanjikan akan memperoleh pahala yang berlipatganda. Apalagi shalat Isya dan shalat Subuh berjamaah, yang amat berat dilakukan oleh orang-orang kebanyakan. Meskipun demikian berharganya waktu bila digunakan untuk shalat berjamaah, banyak di antara kita suka mengabaikannya.

 

 

sumber:http://aceh.tribunnews.com

read more
Renungan

Membaca Alquran adalah Obat Hati

Makna Al Quran sebagai Obat Hati dan Jasmani

JaringanPelajarAceh.Com- berbicara mengenai al-Quran sebagai syifâ’ (obat atau penawar) terhadap penyakit, hingga saat ini masih menjadi perbicangan yang menarik. Apalagi, ketika wacana itu dilanjutkan dengan fungsinya (al-Quran) sebagai rahmat (karunia) kemudian memicu para tafsir al-Quran untuk menjelaskannya dengan berbagai ragam pendekatan dan metodenya. Tetapi, ketika kita cermati, semuanya bermuara pada satu pendapat, bahwa efektivitas kegunaan al-Quran sebagai syifâ’ dan rahmah sangat bergantung pada manusia yang mengharapkannya. Nabi Muhammad saw merupakan panutan dan suri tauladan bagi kita semua. Allah swt memuji Rasulullah dalam Alquran, karena akhlak Rasulullah adalah Alquran yang dijaga kebenarannya oleh Allah swt hingga akhir zaman.

 

Ustadz Umar Ismail menyampaikan Alquran merupakan firman Allah swt yang terjamin kebenarannya. “Mari kita sama-sama mengisi hari-hari di Bulan Ramadhan dengan terus membaca Al Quran,”

Melalui bulan Ramadhan ini merupakan kesempatan bagi kita sebagai latihan pengendalian diri dari perbuatan yang salah.

“Kita dengar saat ini marak aksi kenakalan remaja, aksi begal dan geng motor karena salah satu penyebab nya adalah jauh dari Al Quran, maka dari itu mari kita didik anak-anak kita sebaik mungkin,” kata Ustadz Umar.

Perbanyaklah membaca Al Quran karena membaca Al Quran merupakan obat hati dan juga banyak petunjuk bagi orang yang bertaqwa, mari sama-sama kita kaji Al Quran yang didalamnya terdapat banyak sekali petunjuk.

read more
Renungan

Bolehkah Sikat Gigi dan Kumur Saat Puasa? Ini Penjelasan Ahli Fiqih

JaringanPelajarAceh.Com -Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan,

أَمَّا الْمَضْمَضَةُ وَالِاسْتِنْشَاقُ فَمَشْرُوعَانِ لِلصَّائِمِ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ . وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالصَّحَابَةُ يَتَمَضْمَضُونَ وَيَسْتَنْشِقُونَ مَعَ الصَّوْمِ . لَكِنْ قَالَ لِلَقِيطِ بْنِ صَبِرَةَ : ” { وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا } فَنَهَاهُ عَنْ الْمُبَالَغَةِ ؛ لَا عَنْ الِاسْتِنْشَاقِ

“Adapun berkumur-kumur dan beristinsyaq (menghirup air dalam hidung) disyari’atkan (dibolehkan) bagi orang yang berpuasa dan hal ini disepakati oleh para ulama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat juga berkumur-kumur dan beristinsyaq ketika berpuasa. Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan pada Laqith bin Shabirah, “Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (menghirup air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa.”Yang dilarang saat puasa di sini adalah dari berlebih-lebihan ketika istinsyaq.” (Majmu’ah Al Fatawa, 25: 266)

Muhammad bin Al-Khatib Asy-Syarbini rahimahullah menjelaskan bahwa mubalaghah (berlebih-lebihan atau serius) dalam berkumur-kumur adalah dengan memasukkan air hingga ujung langit-langit mulut, serta mengenai sisi gigi dan gusi. (Mughnil Muhtaj, 1: 101)

Serius dalam berkumur-kumur saat wudhu merupakan bagian dari kesempurnaan wudhu. Ketika berwudhu hal itu disunnahkan kecuali saat berpuasa. Hal ini diisyaratkan dalam hadits Laqith bin Shabirah radhiyallahu ‘anhu di atas.

Banyak diantara kita yang bertanya apakah menggosok gigi dan berkumur dapat membatalkan puasa?
Namun, tentu untuk menjawab hal itu perlu didasari oleh pendapat dari ahlinya, yaitu ahli fiqih yang memang mendalami ilmu tentang tata cara beribadah.
Berikut adalah pemaparan dari Ustadz Ahmad Sarwat, LC. dari rumahfiqih.com mengenai hukum menggosok gigi dan berkumur ketika berpuasa.
Kalau kita teliti hadits-hadits nabi, kita akan menemukan beberapa riwayat yang justru membolehkan seseorang berkumur, asalkan tidak berlebihan sehingga benar-benar ada yang masuk ke dalam rongga tubuh.
Ads
Riwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Dari Umar bin Al-Khatab ra. berkata, “Suatu hari aku beristirahat dan mencium isteriku sedangkan aku berpuasa. Lalu aku datangi nabi SAW dan bertanya, “Aku telah melakukan sesuatu yang fatal hari ini. Aku telah mencium dalam keadaan berpuasa.”
Rasulullah SAW menjawab, “Tidakkah kamu tahu hukumnya bila kamu berkumur dalam keadaan berpuasa?” Aku menjawab, “Tidak membatalkan puasa.” Rasulullah SAW menjawab, “Maka mencium itu pun tidak membatalkan puasa.” (HR Ahmad dan Abu Daud)
Selain itu juga ada hadits lain yang juga seringkali ditetapkan oleh para ulama sebagai dalil kebolehan berkumur pada saat berpuasa.
Dari Laqith bin Shabrah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sempurnakanlah wudhu’, dan basahi sela jari-jari, perbanyaklah dalam istinsyak (memasukkan air ke hidung), kecuali bila sedang berpuasa.” (HR Arba’ah dan Ibnu Khuzaemah menshahihkannya).
Meski hadits ini tentang istinsyaq (memasukkan air ke hidung), namun para ulama menyakamakan hukumnya dengan berkumur.
Intinya, yang dilarang hanya apabila dilakukan dengan berlebihan, sehingga dikhawatirkan akan terminum.
Sedangkan bila istinsyaq atau berkumur biasa saja sebagaimana umumnya, maka hukumnya tidak akan membatalkan puasa.
Maka dengan adanya dua dalil atsar ini, logika kita untuk mengatakan bahwa berkumur itu membatalkan puasa menjadi gugur dengan sendirinya.
Sebab yang menetapkan batal atau tidaknya puasa bukan semata-mata logika kita saja, melainkan logika pun tetap harus mengacu kepada dalil-dalil syar’i yang ada.
Bila tidak ada dalil yang secara sharih dan shaih, barulah analogi dan qiyas yang berdasarkan logika bisa dimainkan. Bahkan beberapa hadits lain membolehkan hal yang lebih parah dari sekedar berkumur, yaitu kebolehan seorang yang berpuasa untuk mencicipi masakan.
Dari Ibnu Abbas ra, “Tidak mengapa seorang yang berpuasa untuk mencicipi cuka atau masakan lain, selama tidak masuk ke kerongkongan.” (HR Bukhari secara muallaq dengan sanad yang hasan 3/47)
Juga tidak merusak puasa bila seseorang bersiwak atau menggosok gigi. Meski tanpa pasta gigi, tetap saja zat-zat yang ada di dalam batang kayu siwak itu bercampur dengan air liur yang tentunya secara logika termasuk ke dalam kategori makan dan minum.
Namun karena ada hadits yang secara tegas menyatakan ketidak-batalannya, maka tentu saja kita ikuti apa yang dikatakan hadits tersebut.
Dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra. bahwa beliau memandang tidak mengapa seorang yang puasa bersiwak. (HR Abu Syaibah dengan sanad yang shahih 3/35).

read more
1 2 3 5
Page 1 of 5