close

Renungan

Bingkai DuniaRenungan

Ketika Islam Indonesia Masuk Ke Australia

 Mungkin hanya sedikit warga Australia yang menyadari bahwa penduduk asli negara itu sudah rajin menjalin komunikasi dengan kaum Muslim di Indonesia, jauh sebelum datangnya koloni Kristen.

Dan, pengaruh Islam hingga kini masih terus memengaruhi kehidupan penduduk asli, tulis Janak Rogers, seorang wartawan Australia.

Sebuah kapal kecil dengan warna putih dan kuning yang terdapat di Pegunungan Wellington, Australia utara, menceritakan kisah yang berbeda dari yang mungkin banyak orang ketahui. Kapal ini adalah kapal tradisional Indonesia yang dibawa nelayan Muslim dari Makassar dalam misinya mencari teripang laut.

Kapan orang Makassar datang masih belum diketahui pasti. Sejumlah peneliti sejarah mengatakan, mereka datang pada 1750-an, tetapi penelitian radiokarbon terhadap kapal menunjukkan lebih tua dari itu, sekitar 1664 atau mungkin awal 1500.

Pengaruh budaya

Mereka rupanya datang rutin untuk mengambil teripang, yang harganya mahal karena dipakai untuk pengobatan dan makanan China.

Orang Makassar ini menjadi titik awal upaya hubungan internasional penduduk asli Australia, menurut antropolog John Bradley dari Universitas Monash.

Dan hubungan ini ternyata sukses! “Mereka melakukan hubungan dagang. Ini berlangsung adil, tanpa ada penilaian rasial, tidak ada kebijakan ras,” katanya.

Ini bertolak belakang dengan Inggris. Inggris memiliki pandangan bahwa daratan tidak dimiliki siapa pun, karena itu mereka umumnya menjajah wilayah baru begitu saja —tanpa ada ada pengakuan hak-hak penduduk asli yang menempati wilayah itu.

Sejumlah pedagang Makassar menetap dan menikah dengan penduduk asli, meninggalkan jejak religi dan budaya di Australia. Ini bisa terlihat dari lukisan gua dan kesenian penduduk asli. Kepercayaan Islam memengaruhi mitologi mereka.

“Jika Anda pergi ke timur laut Arnhem Land, ada jejak (Islam) pada lagu, lukisan, tari, dan ritual pemakaman mereka,” kata Bradley. “Ini cukup jelas terlihat karena dari analisis linguistik Anda akan mendengar nyanyian pujian kepada Allah, atau setidaknya doa kepada Allah.”

read more
Renungan

Petunjuk Al-Quran Dalam Memilih Pemimpin

Pada zaman sekarang semakin ramai orang berlomba-
lomba mengejar jabatan, berebut kedudukan sehingga
menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup. Menurut
mereka yang menganut paham atau prinsip ini, tidak
lengkap rasanya selagi hayat dikandung badan, kalau
tidak pernah (meski sekali) menjadi orang penting,
dihormati dan dihargai masyarakat.
Jabatan baik formal maupun informal di negeri kita
Indonesia dipandang sebagai sebuah “aset”, karena ia
baik langsung maupun tidak langsung berkonsekwensi
kepada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan,
dan setumpuk keistimewaan lainnya. Maka tidaklah
heran menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota,
anggota dewan, direktur dan sebagainya merupakan
impian dan obsesi semua orang. Mulai dari kalangan
politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokoh
masyarakat, bahkan sampai kepada artis.
Mereka berebut mengejar jabatan tanpa mengetahui
siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya,
dan layakkah dirinya memegang jabatan
(kepemimpinan) tersebut. Parahnya lagi, mereka kurang
(tidak) memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat
kepemimpinan itu sendiri. Karena menganggap jabatan
adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa
batas, kebanggaan dan popularitas. Padahal jabatan
adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan
keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang.
Hakikat kepemimpinan
Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat
Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana
seharusnya kita memilih dan menjadi seorang
pemimpin. Menurut Shihab (2002) ada dua hal yang
harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan.
Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran
bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin
dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan
perjanjian antara dia dengan Allah swt. Lihat Q. S. Al-
Baqarah (2): 124, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji
Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan
larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya
dengan baik. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan
menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim
bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan
pemimpin)? Allah swt menjawab: Janji (amanat)Ku ini
tidak (berhak) diperoleh orang zalim”.
Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah swt, bukan
sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan.
Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan
wewenang yang gunanya semata-mata untuk
memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab
melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang,
hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai
peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan
sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang
pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat
kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
Karena itu pula, ketika sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr,
meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda: “Kamu
lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi
sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila
disia-siakan)”.(H. R. Muslim). Sikap yang sama juga
ditunjukkan Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan
kepada beliau, dimana orang itu berkata: “Ya
Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu
bagian yang diberikan Allah kepadamu. “Maka jawab
Rasulullah saw: “Demi Allah Kami tidak mengangkat
seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang
menginginkan atau ambisi pada jabatan itu”.(H. R.
Bukhari Muslim).
Kedua, kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan
adalah lawan dari penganiayaan, penindasan dan pilih
kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan
golongan. Diantara bentuknya adalah dengan
mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang
berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan
masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya,
dan latar belakang. Lihat Q. S. Shad (38): 22, “Wahai
Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi,
maka berilah putusan antara manusia dengan hak (adil)
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu”.
Hal senada dikemukakan oleh Hafidhuddin (2003).
Menurutnya ada dua pengertian pemimpin menurut
Islam yang harus dipahami. Pertama, pemimpin berarti
umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Lihat
Q. S. An-Nisaâ 4): 5, “Hai orang-orang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
diantara kamu”. Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa
ulil amri, umara atau penguasa adalah orang yang
mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain.
Dengan kata lain, pemimpin itu adalah orang yang
mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Jika
ada pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan
rakyat, maka ia bukanlah pemimpin (yang
sesungguhnya).
Kedua, pemimpin sering juga disebut khadimul ummah
(pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang pemimpin
harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan
masyarakat, bukan minta dilayani. Dengan demikian,
hakikat pemimpin sejati adalah seorang pemimpin yang
sanggup dan bersedia menjalankan amanat Allah swt
untuk mengurus dan melayani umat/masyarakat.
Kriteria pemimpin
Para pakar telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits
dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang
harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk
menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam
empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai
pemimpin umatnya, yaitu: (1). Shidq, yaitu kebenaran
dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan
bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya
adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang
menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya
apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-
orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt.
Lawannya adalah khianat. (3) Fathonah, yaitu
kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan
kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan
yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh,
yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab
atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan
transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi
(kekurangan) dan melindungi (kesalahan).
Di dalam Al-Quran juga dijumpai beberapa ayat yang
berhubungan dengan sifat-sifat pokok yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin, diantaranya terdapat
dalam surat As-Sajdah (32): 24 dan Al-Anbiyaâ (21):
73. Sifat-sifat dimaksud adalah: (1). Kesabaran dan
ketabahan. “Kami jadikan mereka pemimpin ketika
mereka sabar/tabah”. Lihat Q. S. As-Sajdah (32): 24.
Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam
mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan
syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang
pemimpin. Sedangkan yang lain adalah sifat-sifat yang
lahir kemudian akibat adanya sifat (kesabaran)
tersebut. (2). Mampu menunjukkan jalan kebahagiaan
kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah swt.
Lihat Q. S. Al-Anbiyaâ (21): 73, “Mereka memberi
petunjuk dengan perintah Kami”. Pemimpin dituntut
tidak hanya menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke
pintu gerbang kebahagiaan. Atau dengan kata lain tidak
sekedar mengucapkan dan menganjurkan, tetapi
hendaknya mampu mempraktekkan pada diri pribadi
kemudian mensosialisasikannya di tengah masyarakat.
Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi
(sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia
yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila
rakyat sejahtera cukup dia yang terakhir sekali
menikmatinya. (3). Telah membudaya pada diri mereka
kebajikan. Lihat Q. S. Al-Anbiyaâ (21): 73, “Dan Kami
wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk
mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan
menegakkan sholat serta menunaikan zakat”. Hal ini
dapat tercapai (mengantarkan umat kepada
kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah daging
dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan
ilahiyah dan akidah yang mantap tertanam di dalam
dada mereka.
Sifat-sifat pokok seorang pemimpin tersebut sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Al-Mubarak
seperti dikutip Hafidhuddin (2002), yakni ada empat
syarat untuk menjadi pemimpin: Pertama, memiliki
aqidah yang benar (aqidah salimah). Kedua, memiliki
ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas (`ilmun
wasi`un). Ketiga, memiliki akhlak yang mulia
(akhlaqulkarimah). Keempat, memiliki kecakapan
manajerial dan administratif dalam mengatur urusan-
urusan duniawi.
Memilih pemimpin
Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam
Islam serta kriteria dan sifat-sifat apa saja yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk
memilih pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan
Hadits.
Kaum muslimin yang benar-benar beriman kepada Allah
dan beriman kepada Rasulullah saw dilarang keras
untuk memilih pemimpin yang tidak memiliki kepedulian
dengan urusan-urusan agama (akidahnya lemah) atau
seseorang yang menjadikan agama sebagai bahan
permainan/kepentingan tertentu. Sebab
pertanggungjawaban atas pengangkatan seseorang
pemimpin akan dikembalikan kepada siapa yang
mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata
lain masyarakat harus selektif dalam memilih pemimpin
dan hasil pilihan mereka adalah “cerminâ” siapa
mereka. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw yang
berbunyi: “Sebagaimana keadaan kalian, demikian
terangkat pemimpin kalian”.
Sikap rakyat terhadap pemimpin
Dalam proses pengangkatan seseorang sebagai
pemimpin terdapat keterlibatan pihak lain selain Allah,
yaitu masyarakat. Karena yang memilih pemimpin
adalah masyarakat. Konsekwensinya masyarakat harus
mentaati pemimpin mereka, mencintai, menyenangi,
atau sekurangnya tidak membenci. Sabda Rasulullah
saw: “Barang siapa yang mengimami (memimpin)
sekelompok manusia (walau) dalam sholat, sedangkan
mereka tidak menyenanginya, maka sholatnya tidak
melampaui kedua telinganya (tidak diterima Allah)”.
Di lain pihak pemimpin dituntut untuk memahami
kehendak dan memperhatikan penderitaan rakyat. Sebab
dalam sejarahnya para rasul tidak diutus kecuali yang
mampu memahami bahasa (kehendak) kaumnya serta
mengerti (kesusahan) mereka. Lihat Q. S. Ibrahim (14):
4, “Kami tidak pernah mengutus seorang Rasul kecuali
dengan bahasa kaumnya”. dan Q. S. At-Taubah (9):
129, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang
Rasul dari kaummu sendiri, terasa berat baginya
penderitaanmu lagi sangat mengharapkan kebaikan bagi
kamu, sangat penyantun dan penyayang kepada kaum
mukmin.
Demikianlah Al-Quran dan Hadits menekankan
bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi
pemimpin. Sebab memilih pemimpin dengan baik dan
benar adalah sama pentingnya dengan menjadi
pemimpin yang baik dan benar.(*)
Penulis adalah:

Staf Hukmas dan KUB
Agus Saputera
Kanwil Kementerian Agama (Kemenag)
Prov. Riau
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=472

read more
Renungan

10 cara agar bisa mencintai Allah

Ibnu Qayyim menyebutkan 10 cara agar bisa mencintai Allah:
1. Membaca Al Qur’an, mentadabburi, dan memahami makna-maknanya.

2. Bertaqarrub kepada Allah dengan mengamalkan amal-amal yang sunnah.

3. Selalu berdzikir kepada Allah di setiap keadaan, dengan lisan, hati dan amal.

4. Lebih mementingkan apa yang dicintai oleh Allah di atas yang dicintai oleh hamba ketika bertabrakan.

5. Menyelami nama-nama Allah dan sifatNya serta pengaruh dan kesempurnaan yang ditunjukkan olehnya.

6. Memikirkan nikmat-nikmat Allah yang bersifat lahiriyah dan batiniyah. Serta menyaksikan kebaikan-kebaikaNya kepada hambaNya.

7. Menundukkan hati di hadapan Allah dan selalu merasa faqir kepadaNya.

8. Bermunajat kepada Allah di saat sepertiga malam terakhir dengan shalat, membaca alqur’an dan istighfar.

9. Bershahabat dengan orang-orang shalih dan mengambil faidah dari mereka.

10. Menjauhi semua yang menghalangi hati dari Allah.

(Madarijussalikin 3/17, diambil dari kitab Al Irsyad ilaa shahihil I’tiqad hal 79-80 karya Syaikh Shalih Fauzan).

read more
Renungan

Wasiat untuk Menahan Marah

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Rosul صلى الله عليه وسلم berikan kepadaku wasiat,beliau menjawab ‘janganlah kamu marah’,tiap kali laki-laki tersebut meminta diberi wasiat rosul صلى الله عليه وسلم selalu berkata ‘janganlah kamu marah’ (HR.Bukhori)

Wasiat ini adalah wasiat yang sangat pendek yang mencakup banyak hal diantara wasiat nabi.tiap kali laki-laki tersebut meminta kpd Rosul صلى الله عليه وسلم agar diberi wasiat maka rosul menjawab ‘janganlah kamu marah’.Dalam riwayat lain laki-laki tersebut berkata jika aku memikirkan apa yang di katakan oleh Rosul صلى الله عليه وسلم maka aku dapatkan marah merupakan pangkal kejelekan.

Karena dengan marah akan menimbulkan perkara-perkara yang tidak baik,apakah itu perkataan ataukah perbuatan dengan sebab marah pula seseorang akan melakukan suatu perkara diluar kewajaran bahkan dia tidak mengetahui apa yang dia katakan,berapa banyak terjadi pembunuhan,permusuhan atau perkara tidak baik lainnya yang penyebabnya adalah marah bahkan jika seseorang menilik ke belakang dari apa yg terjadi renggangnya hubungan keluarga atau renggangnya hubungn dengan teman,terputusnya silaturahmi bahkan sampai perceraian pokok penyebabnya adalah marah

Obat penawar marah:
1.Wudlu
Dengan wudlu akan menjadikan seseorang tenang,marah datangnya setan,setan diciptakan dari api,api akan padam dengan air

2.Merubah posisi
Jika seseorang marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya di duduk begitu sebaliknya

3.Berdzikir kpd Allah SWT
Membaca ta’awudz memohon perlindungan kepada Allah

Fawaid hadits:
1.Semangatnya para sahabat meminta wasiat kepada Rosul صلى الله
عليه وسلم

2.Marah merupakan perbuatan tercela

3.Disunahkannya mengulang-mengulang wasiat agar wasiat tersebut selalu di ingat

(Dikutib dr kitab Shohih Wasiat Rosul صلى الله عليه وسلم by Syekh Nasyrudin Al Bani

read more
Renungan

Pengingat diri…

Wahai Saudaraku..

Tidak ada gunanya Anda mempertontonkan kesholehan Anda di hadapan Manusia..

Sementara, tatkala Anda bersendirian..

Anda mempertontonkan kebejadan Anda di hadapan Allah Subhanahu waTa’ala
dengan melakukan berbagai maksiat..

Tahukah Anda hakikat dari Taqwa..??

Taqwa adalah gabungan antara kesucian hati & amalan zhohir..
Dan orang yang mempertontonkan amalan zhohir di hadapan Manusia…
Sedangkan hatinya kotor…
Maka ia adalah orang Munafik..

Wahai Saudaraku..
Janganlah Anda yakin, bahwa diri-diri kita sudah Sholeh..

Apakah Anda tahu..
Bahwa Shalat kita, Shadaqah kita, Amal Ibadah kita diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala…?

Dan apakah Anda tahu..
Bahwa maksiat yang pernah Anda lakukan sudah mendapatkan Ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala…?

Adakah Anda tahu..
Bahwa Taubat yang Anda laksanakan sudah diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala…?

Oleh krna itu..
Tdk ada jaminan bahwa Amal Ibadah yang sudah kita lakukan..

Taubat yang sudah kita laksanakan..
Semuanya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala..

Wahai saudaraku..
Janganlah kita tinggalkan di penghujung shalat kita..

Berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan do’a yang diajarkan oleh Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu :

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri-Mu & ibadah kepada-Mu dengan baik”.

read more
Renungan

Penelitian ilmiah pengaruh bacaan al Qur’an pada syaraf, otak dan organ tubuh lainnya. Subhanallah, menakjubkan!

image

Penelitian ilmiah pengaruh bacaan al Qur’an pada syaraf, otak dan organ tubuh lainnya. Subhanallah, menakjubkan!
(Arrahmah.com) – “Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Al-Qur’an…”.

Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.

Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan.

Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.

Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.

Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Al-Qur’an.

Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Qur’an dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an.

Al-Qur’an memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.

Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Al-Qur’an. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Al-Qur’an lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Al-Qur’an memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ).

Mahabenar Allah yang telah berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Q.S. 7: 204).
(arrahmah.com)

read more
Renungan

Jalan keselamatan

Saudara-saudaraku yang kami cintai karena ALLAH, berikut ini kita akan mengambil pelajaran yg sangat berharga dari sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg menjelaskan kepada kita tentang jalan2x keselamatan dunia&akhirat kita.

Haditsnya:
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir dia berkata: aku bertanya kepada Rasulullah, apakah yg menyebabkan keselamatan itu?
Beliau menjawab:
– Tahanlah Lisanmu
– Tinggal dirumahmu
– Tangisilah kesalahanmu (dosamu).

Hadits Hasan Lighairihi diriwayatkan oleh imam tirmidzi no 2406

Penjelasan hadits diatas ialah:
Bahwa diantara sebab manusia ingin mendapatkan Keselamatan dunia dan akhirat:

1. Tahanlah Lisanmu = yaitu kita diperintah untuk menjaga & memelihara lisan ini dari mengucapkan sesuatu yg tercela/ yg tidak baik apakah itu   menceritakan aib saudaranya, mengadu domba, menyakiti saudaranya dan sebagainya, dan kita diperintah untuk menggunakan lisan kita untuk perkara-perkara yg diRidhoi ALLAH  apakah untuk berdzikir, berkata yg baik dll.

2.  Tinggal dirumahmu= artinya tetaplah engkau tinggal dirumahmu dan sibukkanlah dirimu dgn mentaati, beribadah kepada ALLAH. Serta tinggalkanlah keinginan-keinginan/ segala sesuatu yg tidak baik yg menyebabkan dirimu keluar rumah yg akhirnya menjerumuskan dirimu kepada perbuatan dosa dan ma’siyat, KECUALI engkau keluar rumah untuk mengerjakan perkara-perkara yang baik yang dibenarkan oleh syariat Rabbul ‘Aalamiin/yang tdk dilarang oleh agama.

3. Tangisilah kesalahan (dosamu)= yakni ingatlah kesalahan dan dosa-dosamu yg pernah engkau kerjakan pada masa lalu dan selalu engkau ingat adzab/ siksa yg sangat pedih baik didunia dan akhirat akibat perbuatan dosa& ma’siyat itu, yg demikian dapat membantumu untuk tetap berada dijalan ketaatan  dan juga dapat menghalangimu untuk kembali melakukan perberbuatan dosa.

Semoga ALLAH  memberikan kemudahan kepada kita semua utk memahami hadits tersebut dengan baik, dan diberikan kemudahan untuk mengamalkan.

read more
Renungan

Umur yang pendek

Wahai saudaraku..

Dunia ini seluruhnya sedikit..

Dan yg tersisa untukmu jg sedikit..

Apkah engkau puas dengan yg sedikit itu..

Padahal engkau bisa mendapatkan yg berlebih di akherat nanti..

 

Maka rakuslah akan akherat..

Dan zuhudlah akan dunia..

Sungguh dunia ini adalah tempat bersabar..

Dan engkau sedang menuju negri akherat tempat balasan..

Maka belilah dirimu..

Semoga engkau selamat..

 

Ketahuilah..

Engkau hanya hidup 1,5 jam dalam hitungan penduduk langit..

Dan jika engkau menghitung hidupmu dg angkamu niscaya tdk lebih dr 80thn..

Sedangkan nabimu hanya hidup 63thn..

Jika engkau memiliki hidup 63thn..

Engkau habiskan utk apa hidupmu itu?

 

Cobalah hitung..

Engkau tidur 8jam sehari hingga 21thn hidupmu hanya utk tidur..

Engkau bekerja 8jam sehari hingga 21thn hidupmu hanya utk dunia..

13thn engkau habiskan dlm masa kanak2 tanpa mengenal dirimu, tanpa bebas syariat..

Hingga telah nampak 55thn hidupmu habis tanpa isi..

Sedangkan kemana sisa umurmu yg 8thn?

Yg seandainya engkau sholat 5 waktu di masjid seumur hidupmu..

Niscaya engkau habiskan umurmu tdk lebih dr 3thn..

Lantas kapan wktumu utk membeli dirimu tuk akheratmu..

Sedangkan engkau terus lalai dg dunia yg seluruhnya hanya sedikit..

Dan yg tersisa utkmu hanya sedikit..

Dan sedikit sekali engkau bersyukur..

 

“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yg lurus, ada yg bersyukur dan ada pula yg kafir.” (Qs. Al-Insaan, 3)

 

“Dan sedikit sekali dari hamba2Ku yg bersyukur.” (Qs. Saba’, 13).

 

Beramal sholehah skrg sebelum terlambat..

Amalmu sedikit sedang dosamu menumpuk..

Angan2mu jauh sedang umurmu pendek..

Sedang ia, kematian, telah sangat dekat..

Ia lah pemutus segala angan2..

Dan pemutus segala kenikmatan..

 

Utk umurmu yg sedikit..dr bagian dunia yg sedikit..

 

Cerdaslah sebagai mukmin dg selalu mengingat akan kematian…

 

:: Indahnya Islam,bagi kaum yg berfikir ::

read more
1 2 3 4 5
Page 3 of 5